Institute for Development of Economics & Finance (Indef) menilai selama sepuluh tahun kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pertumbuhan ekonomi lebih rendah dan kurang berkualitas. Hal ini jauh berbeda dibandingkan era presiden-presiden sebelumnya.
Didin S Damanhuri, Ekonom Senior Indef menjelaskan jika dibandingkan periode Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, ekonomi nasional tumbuh mencapai 5,7%. Adapun era Presiden Soeharto angka pertumbuhan ekonomi mencapai 7%.
BACA JUGA: Digitalisasi Jadi Kunci untuk Capai Pertumbuhan Ekonomi 8%
“Sektor pertanian dan industri pengolahan yang banyak menyerap tenaga kerja tumbuh relatif lebih rendah dibanding rata-rata nasional, yang menyebabkan masalah penyerapan tenaga kerja,” kata Didin melalui keterangan resmi, Jumat (4/10/2024).
Menurutnya, permasalah lain yang menyebabkan tidak berkualitasnya pertumbuhan ekonomi dari sisi ekspor yang masih didominasi oleh sektor hulu industri sehingga kurang melibatkan perekonomian rakyat.
BACA JUGA Industri Ritel Jadi Kunci Meningkatkan Konsumsi Domestik Dalam Pertumbuhan Ekonomi
Kondisi kian diperburuk dengan merebaknya pandemi COVID-19 sehingga terjadi informalisasi ekonomi kelas menengah. Didin juga berpendapat pertumbuhan Indonesia terlalu berorientasi pada produk domestik bruto (PDB) sehingga mengakibatkan trickle-up kekayaan ke elite bisnis di kota-kota besar, alih-alih ke daerah.
“Hal ini dapat dilihat dengan meningkatnya kesenjangan antar golongan pendapatan dengan parameter Indeks Oligarki yang meningkat dari 678.000 kali pada 2014 menjadi 1.065 ribu kali pada 2023,” ujarnya.
Untuk mengatasi masalah itu, kata Didin, seharusnya pemerintah mengubah orientasi pembangunan ekonominya dengan melibatkan lebih banyak ekonomi kerakyatan. Dengan begitu, bisa memangkas kesenjangan dan meningkatkan keadilan bagi masyarakat kelas menengah.
“Pemerintah harus menggeser orientasi pembangunan dari yang sebelumnya orientasi PDB menjadi berbasis keberlanjutan dengan keadilan,” tuturnya.
Editor: Ranto Rajagukguk