Industri komponen dinilai Kementerian Perindustrian (Kemenperin) masih memiliki pangsa pasar yang sangat luas baik domestik maupun ekspor. Sektor ini dinilai berpeluang untuk terus dikembangkan teknologinya sehingga mampu bersaing di pasar global.
“Di sektor industri otomotif, pemerintah terus mendorong pengoptimalan Tingkat Kandungan Dalam negeri (TKDN) setinggi-tingginya. Jadi, ketersediaan komponen di dalam negeri menjadi satu mata rantai pasok yang sangat menentukan bagi daya saingnya,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto pada Pembukaan Pameran Industri Komponen Otomotif 2019 di Jakarta, Selasa (13/08/2019).
Menperin mengungkapkan, pengembangan produktivitas dan daya saing industri otomotif harus sejalan dengan pengembangan industri komponen. Hal ini mengingat produk industri alat-alat kendaraan bermotor merupakan bagian dari rantai pasok bagi original equipment manufacturer (OEM) maupun layanan purna jual industri kendaraan bermotor.
Kekuatan industri komponen di Indonesia saat ini ditopang oleh 1.500 perusahaan yang terbagi dalam Tier 1, Tier 2 dan Tier 3 yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia, antara lain DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Dari jumlah tersebut, sebanyak 240 perusahaan merupakan anggota Gabungan Industri Alat Mobil dan Motor (GIAMM) serta sekitar 122 perusahaan adalah anggota Perkumpulan Industri Kecil dan Menengah Komponen Otomotif (PIKKO).
“Sebagai mitra pemerintah dan pelaku ekonomi di sektor kendaraan bermotor, asosiasi industri komponen otomotif memiliki peran yang sangat penting untuk mendorong industri komponen kendaraan bermotor agar dapat berdiri tangguh dan kokoh dalam menghasilkan produk-produk yang dapat bersaing kuat di pasar global,” paparnya.
Pameran yang berlangsung pada 13-14 Agustus 2019, diikuti sebanyak 50 perusahaan dari perwakilan anggota asosiasi GIAMM, PIKKO, Indonesia Mold & Dies Industry Association (IMDIA), Asosiasi Kaca Lembaran dan Pengaman (AKLP), serta PT. Solo Manufaktur Kreasi.
Airlangga menyampaikan, ekspor produk otomotif dan komponennya terus menunjukkan peningkatan. Pada tahun 2018, ekspor CBU dan CKD tercatat sebanyak 347 ribu unit, serta komponen lebih dari 86,6 juta pieces. “Hingga per Juli 2019, nilai ekspor produk tersebut telah melampaui 50% dari pencapaian ekspor tahun 2018,” ungkapnya.
Menperin pun meyakini, sampai akhir tahun 2019, akan terjadi peningkatan volume ekspor pada produk-produk otomotif tersebut. “Sepanjang 2019, ekspor kendaraan CBU ditargetkan mencapai 400 ribu unit dan diharapkan terus meningkat setiap tahunnya sehingga pada tahun 2025 industri otomotif nasional dapat melakukan ekspor kendaraan CBU sebesar 1 juta unit ke lebih dari 80 negara,” paparnya.
Apalagi, menurut Menperin, pemerintah terus mendorong peningkatan ekspor produk otomotif melalui berbagai kebijakan yang strategis. Misalnya, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden tentang pengembangan mobil listrik dan sedang difinalisasi revisi Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2013 tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor yang Dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
“Selain untuk mengatur mobil berbasis baterai listrik, di dalam regulasi itu juga termasuk untuk mobil berbasis flexy engine atau bahan bakarnya yang bisa 100% biodiesel (B100), di mana sudah sesuai standar Euro 4. Pemerintah menargetkan di tahun 2021-2022, B100 sudah bisa diproduksi secara nasional,” imbuhnya.
Tingkatkan nilai tambah
Menperin optimistis, industri komponen dalam negeri mampu meningkatkan nilai tambah produknya. Hal ini seiring dengan pemanfaatan teknologi terkini dan ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang kompeten. “Oleh karena itu, perlu didorong melalui kolaborasi dan transfer of knowledge antara pabrikan otomotif industri dengan komponen dalam negeri,” tuturnya.
Contohnya, di sela pembukaan pameran, PT. Solo Manufaktur Kreasi sebagai pemegang merek ESEMKA melakukan penandatanganan Letter of Intent (LOI) dengan beberapa calon pemasok komponen mereka. “Melalui pameran dan penandatanganan LOI ini diharapkan dapat menjadi sarana branding komponen lokal yang berkualitas dan terbentuknya komunikasi awal dalam rangka pengembangan kemitraan usaha antara pabrikan otomotif dengan industri komponen termasuk industri mold and dies,” lanjut Airlangga.
Hal tersebut sejalan dengan kebijakan pemerintah untuk terus memacu produktivitas dan daya saing industri otomotif agar mampu memenuhi kebutuhan konsumen domestik dan semakin kompetitif untuk mengisi pasar ekspor melalui penguatan struktur industri. Apalagi, berdasarkan peta jalan Making Indonesia 4.0, industri otomotif merupakan salah satu sektor prioritas yang disiapkan untuk memasuki era industri 4.0.
“Industri otomotif dan komponennya itu menjadi salah satu sektor andalan. Apalagi, pendalaman struktur manufakturnya telah maksimal, mulai dari tersedianya industri bahan baku baja, kaca, karet, dan plastik,” paparnya.
Seiring dengan perkembangan teknologi dan tren global, Kemenperin juga mengajak industri komponen dan pendukung otomotif bersama sama untuk mempersiapkan diri memasuki era kendaraan listrik maupun teknologi kendaraan ramah lingkungan.
“Melalui peningkatan kompetensi SDM dan manajemen industri, serta penguasaan teknologi melalui aktivitas R&D&D, upaya untuk mencapai visi Indonesia menjadi basis produksi industri otomotif dan komponen kelas dunia dapat segera terwujud,” ujar Menperin.
Lebih lanjut, menurut Airlangga, langkah strategis tersebut didukung dengan kebijakan baru yang telah dikeluarkan pemerintah saat ini melalui Peraturan Presiden tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai, yang akan mengatur hak dan kewajiban perusahaan industri yang ingin mengembangkan kendaraan battery electric vehicle (BEV) di Indonesia.
“Selanjutnya akan ditandatangani Peraturan Pemerintah tentang PPnBM Kendaraan Bermotor, di mana dalam skema PPnBM yang baru, akan ditambahkan parameter penghitungan konsumsi bahan bakar dan emisi CO2. Ini juga untuk menyesuaikan minat pasar global, sehingga kita bisa mendorong produksi kendaraan seperti sedan,” imbuhnya.