Fakta kondisi situasi pandemi yang mengancam berbagai sektor industri, nyatanya tak menghalangi pertumbuhan nilai ekspor batik Indonesia. Data Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencatat, nilai ekspor batik nasional mencapai US$21,54 juta pada Januari-Juli 2020 atau naik disbanding semester I-2019 senilai US$ 17,99 juta.
Fenomena ini dikatakan Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita terbilang unik.
“Pasar utama ekspor batik Indonesia, antara lain ke Jepang, Amerika Serikat, dan Eropa. Fenomena ini cukup unik karena pasar ekspor justru bisa meningkat di masa pandemi COVID-19,” kata Menteri Perindustrian di Jakarta, Jumat (02/10/2020).
Melihat potensi tersebut, Menperin menegaskan, pihaknya akan berupaya membuka pasar-pasar baru di kancah global. Hal ini diyakini dapat membantu kembali menggairahkan kinerja industri batik nasional di tengah dampak pandemi sekaligus semakin memperkenalkan beragam batik khas Indonesia.
“Batik Indonesia dianggap memiliki berbagai keunggulan komparatif dan kompetitif di pasar domestik dan internasional serta berhasil menjadi market leader di pasar batik dunia. Tentunya menjadi peluang besar bagi industri batik Indonesia untuk terus memperluas akses pasarnya,” ungkap Agus.
Perkembangan batik di Indonesia memuncak pada 2 Oktober 2009, ketika UNESCO menetapkan Batik Indonesia sebagai Masterpiece of The Oral and Intangible Heritage of Humanity. Ini merupakan sebuah pengakuan internasional bahwa batik Indonesia adalah bagian kekayaan peradaban manusia.
Sejak pengukuhan tersebut, pemerintah Indonesia menjadikan Hari Batik Nasional jatuh setiap 2 Oktober.
“Kami bertekad untuk melestarikan dan mendorong pengembangan industri batik nasional agar lebih berdaya saing global. Saat ini, industri batik mencapai 47 ribu unit usaha dan tersebar di 101 sentra dengan telah menyerap tenaga kerja lebih dari 200 ribu orang,” jelas Agus.
Di samping itu, dengan semakin gencarnya isu lingkungan, Kemenperin juga aktif mengajak kepada para pengrajin batik agar mulai menggunakan bahan baku yang lebih ramah lingkungan. Misalnya, pemakaian malam batik daur ulang dan terbarukan serta pemakaian zat warna alami.
“Proses produksi di industri batik diharapkan semakin efektif dan efisien, sehingga daya saingnya akan meningkat, yang pada akhirnya industri ini akan dapat tetap berjaya di negeri sendiri, tak lekang oleh perubahan zaman. Semuanya itu tentunya membutuhkan kreasi tiada henti dari setiap anak bangsa. Artinya, industri ini akan terus bersemi guna batik tetap lestari,” ujar Menperin.