Pernahkah Anda melihat unggahan di media sosial yang mengeluhkan kinerja Generasi Z alias Gen Z di tempat kerja? Fenomena ini bukan kebetulan semata, melainkan memang ada laporan yang menyebut banyak perusahaan menilai generasi itu sulit diajak kerja.
Salah satunya adalah laporan terbaru Inc., yang mana menyatakan 60% perusahaan memutuskan hubungan kerja dengan karyawan Gen Z yang baru mereka rekrut pada tahun 2024. Lantas, apa yang sebenarnya menyebabkan hal itu? Melansir Psychology Today, berikut penjelasannya:
BACA JUGA: Mayoritas Gen Z dan Milenial RI Tak Yakin akan Masa Depan Karier
Rendahnya Motivasi
Salah satu kritik utama terhadap Gen Z adalah kurangnya motivasi untuk bekerja keras. Banyak generasi sebelumnya, seperti milenial atau baby boomer, menilai Gen Z cenderung ingin sukses tanpa usaha besar. Namun, apa penyebab di balik kesan ini?
Pengalaman Gen Z yang tumbuh di tengah ketidakstabilan ekonomi, seperti pandemi COVID-19, memengaruhi pandangan mereka terhadap dunia kerja. Mereka mempertanyakan nilai kerja keras jika hasilnya tidak sesuai harapan, dalam artian akan tetap mengalami PHK, pemotongan gaji, dan minimnya keamanan kerja.
Selain itu, laporan Deloitte menunjukkan Gen Z lebih menghargai perusahaan yang peduli terhadap lingkungan, karyawannya, dan masyarakat luas. Namun, pengalaman hidup mereka sering kali bertolak belakang dengan nilai-nilai tersebut, membuat mereka enggan untuk sepenuhnya terlibat dalam sistem kerja tradisional.
Cara Berkomunikasi yang Berbeda
Gen Z sering dianggap sebagai generasi yang ‘melek’ teknologi. Namun, keunggulan ini tidak selalu diterjemahkan ke dalam kemampuan komunikasi interpersonal yang baik, terutama di lingkungan kerja tradisional.
Banyak dari mereka yang tumbuh dengan media sosial dan komunikasi berbasis teks, sehingga kurang terbiasa dengan percakapan tatap muka, presentasi, atau kolaborasi langsung. Akibatnya, Gen Z yang dianggap kurang mampu berkomunikasi secara efektif di tempat kerja.
BACA JUGA: Self-Love dan Dampaknya dalam Membangun Self Branding
Perbedaan gaya komunikasi yang demikian seringkali menimbulkan kesalahpahaman. Gen Z mungkin terlihat tidak peduli atau kurang terlibat dalam lingkungan kerja, padahal mereka hanya menggunakan cara yang berbeda untuk menyampaikan ide atau informasi.
Menolak Budaya Kerja Berlebihan
Gen Z dikenal sebagai generasi yang menolak budaya kerja tradisional yang menuntut jam kerja panjang dan harus selalu tersedia. Mereka lebih mengutamakan keseimbangan hidup daripada mengorbankan waktu dan kesehatan untuk karier.
Jika generasi sebelumnya, seperti milenial, memopulerkan hustle culture yang meromantisasi kerja keras tanpa henti, Gen Z memilih untuk menolak gagasan tersebut. Mereka juga kurang toleran terhadap lingkungan kerja toksik, sehingga lebih cepat meninggalkan pekerjaan yang tidak memenuhi ekspektasi, terutama jika itu memengaruhi kesehatan mental.
Dengan kata lain, Gen Z sejatinya bukan sulit diajak kerja karena malas atau tidak kompeten. Sebaliknya, mereka membawa perspektif baru yang sering kali berbenturan dengan budaya kerja tradisional.
Untuk menciptakan hubungan kerja yang lebih harmonis, perusahaan perlu memahami dan beradaptasi dengan kebutuhan generasi ini, termasuk cara komunikasi dan prioritas mereka.
Editor: Ranto Rajagukguk