3 Strategi Efektif Influencer Marketing dalam Memengaruhi Konsumen

marketeers article
Ilustrasi (Foto: 123rf)

Dalam dunia pemasaran modern, influencer marketing telah menjadi salah satu strategi yang efektif. Konsep ini bekerja dengan memanfaatkan popularitas individu tertentu di media sosial untuk memengaruhi keputusan pembelian konsumen.

Untuk menggunakan strategi ini, sebuah merek perlu menggelontorkan dana yang cukup besar. Sebut saja Cristiano Ronaldo, yang menurut data dari Google, dibayar sekitar Rp 1 miliar untuk membagikan satu unggahan di Instagram pribadinya yang memiliki 612 juta pengikut.

HyperAuditor melaporkan nilai pasar influencer marketing pada 2024 diproyeksikan mencapai US$ 19,8 miliar. Angka ini akan terus meningkat menjadi US$ 22,5 miliar pada 2025 dengan pertumbuhan tahunan sebesar 12,6%. 

Lantas, bagaimana sebenarnya cara kerja influencer marketing yang membuat sebuah merek harus mengeluarkan biaya fantastis? Behavioral Marketing Practitioner Ignatius Untung dalam kanal YouTube Marketeers TV yang dilansir pada Senin (15/7/2024) menjelaskan influencer marketing memiliki tiga cara untuk memengaruhi keputusan pembelian konsumen. Berikut penjelasannya:

BACA JUGA: Rahasia Sukses Influencer Marketing ala Love, Bonito

Alasan Subjektif

Menurut Ignatius, influencer pada tahap ini berfungsi sebagai media untuk menjangkau audiens lebih luas. Ini mirip dengan konsep iklan di media massa, yang mana bertujuan untuk mendapatkan eksposur yang luas. 

Adapun dalam influencer marketing, prinsipnya bekerja karena orang berpengaruh itu memiliki banyak pengikut. Hal inilah yang kemudian membuat apa pun yang mereka unggah, akan dilihat oleh banyak orang.

Alasan Rasional

Pengaruh influencer dalam kelompok ini lebih didasarkan pada pertimbangan rasional dari konsumen. Ada dua subkategori utama dalam alasan rasional menurut Ignatius, yaitu kredibilitas dan representasi konsumen.

Influencer yang memiliki reputasi sebagai ahli di bidang tertentu akan lebih mudah memengaruhi keputusan pembelian konsumen. Kredibilitas ini bisa didapat melalui legitimasi formal, seperti pendidikan atau pelatihan relevan, atau melalui konsistensi dalam membahas topik tertentu. 

Selain itu, influencer yang mewakili selera atau preferensi konsumen juga memiliki pengaruh kuat. Misalnya, influencer di bidang travel, makanan, kecantikan, atau fesyen mungkin tidak memiliki legitimasi ilmiah, tetapi mereka dianggap mewakili selera dan preferensi konsumen. 

Ini membuat konsumen merasa bahwa influencer tersebut memahami kebutuhan dan keinginan mereka. Influencer dalam kategori ini sering bermain dengan persona atau citra tertentu, seperti spesialis backpacker, makanan enak, atau fesyen murah, yang semakin memperkuat daya tarik mereka.

BACA JUGA: Fenonema Cult-like Followers dalam Industri Kecantikan

Beyond Rasional

Beyond rasional mencakup pengaruh yang tidak hanya didasarkan pada alasan rasional, tetapi juga melibatkan faktor psikologis dan emosional lebih dalam. Ignatius menyebut ada beberapa subkategori utama dalam kelompok ini.

Pertama adalah Idle Effect, yakni ketika para pengikut cenderung meniru atau mengikuti apa yang direkomendasikan seorang influencer karena menganggapnya sebagai idola. Hal ini terjadi karena ada keinginan untuk merasa dekat dengan idola atau meniru gaya hidup mereka. 

“Konsumen sering kali tidak mempertanyakan rekomendasi dari idola mereka dan mengikuti secara otomatis. Yang diharapkan adalah efek yang sama: meniru, menuruti apa yang direkomendasikan influencer dengan bypass rasional,” ujar Ignatius.

Kedua adalah Halo Effect, yakni kecenderungan untuk memperpanjang persepsi positif tentang seseorang di satu bidang ke bidang lain yang tidak relevan. Misalnya, jika seorang influencer sukses di bidang musik, pengikutnya mungkin akan percaya bahwa rekomendasinya di bidang fashion juga baik, meskipun tidak ada hubungan langsung antara kedua bidang tersebut.

Subkategori terakhir adalah Social Proof, di mana manusia cenderung menggunakan lingkungan sosial mereka sebagai pedoman. Jika banyak orang mengikuti seorang influencer, konsumen lain akan merasa lebih yakin untuk mengikuti rekomendasi influencer tersebut. 

Selain itu, brand sering memanfaatkan konsep Fear of Missing Out (FOMO) dengan cara ini, membuat konsumen merasa khawatir akan ketinggalan tren atau produk populer jika tidak mengikuti rekomendasi influencer. Influencer marketing memengaruhi konsumen melalui kombinasi alasan subjektif, rasional, dan beyond rasional. 

Dengan memahami berbagai cara influencer memengaruhi konsumen, merek dapat lebih efektif dalam memilih influencer yang tepat untuk strategi pemasaran mereka.

Editor: Ranto Rajagukguk

Related

award
SPSAwArDS