Generasi Z atau Gen Z merupakan generasi baru yang secara perlahan mendominasi proporsi jumlah penduduk Indonesia dan akan segera mendominasi angkatan kerja. Berdasarkan hasil Sensus Penduduk Tahun 2020 (SP2020) yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia, Generasi Z kini mendominasi jumlah penduduk Indonesia sebesar 27,94% dari total populasi.
Dikutip dari artikel Gen Z @Work 40 Tips & Insights dalam majalah Marketeers edisi Maret 2020, Gen Z berada dalam segmen individu yang lahir antara tahun 1997 hingga tahun 2015. Sejumlah kalangan dari generasi ini sudah mulai memasuki usia produktif dan masuk angkatan kerja.
Menurut studi yang dilakukan Forrester, pada tahun 2030 74% dari angkatan kerja aktif akan terdiri dari pekerja Milenial dan Generasi Z. Namun, Gen Z sebagai true digital native memiliki karakter yang berbeda dari generasi Milenial dan generasi-generasi sebelumnya. Gen Z juga memiliki preferensi yang berbeda mulai dari mobilitas, nilai, tujuan dan prioritas dalam dunia kerja.
Sebagai angkatan kerja baru dengan karakter yang unik, tentunya Gen Z akan memengaruhi pendekatan dalam pengelolaan karyawan. Perusahaan tak akan bisa memakai sistem maupun pendekatan lama untuk mengelola karyawan yang berbeda karakter. Perusahaan perlu mengenal Gen Z secara lebih jauh untuk memahami generasi yang tech-savy ini.
Temuan ini pun diperkuat oleh studi McKinsey pada tahun 2018 yang berjudul ‘True Gen: Generation Z and its implications for companies’. Studi ini mengelompokkan sifat dan karakter Gen Z ke dalam empat karakter dasar yang berlandaskan pada satu hal, yakni pencarian generasi akan kebenaran (search for truth).
Karakter dasar pertama Gen Z adalah ‘The Undefined ID’, generasi ini lebih bebas dalam mengekspresikan diri dan cenderung memiliki keterbukaan dan menghargai ekspresi tiap individu tanpa memberi label. Kedua, Gen Z sebagai ‘the communaholic’, mereka sangat inklusif dan berorientasi komunitas sehingga selalu tertarik untuk terlibat dalam berbagai komunitas dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi guna memperluas konteksi.
Ketiga, Gen Z sebagai ‘the dialoguer’ selalu mengedepankan dialog untuk penyelesaian konflik atau berinteraksi. Keempat, Gen Z sebagai ‘the realistic’, mereka cenderung lebih realistis dan analitis dalam pengambilan keputusan serta cenderung membuat keputusan-keputusan yang pragmatis berdasarkan data dan pengetahuan.
Selain empat karakter tersebut, gambaran karakter Gen Z juga dituangkan dalam buku karya David Stillman dan Jonah Stillman pada tahun 2017 yang bertujudul ‘Gen Z @Work: How The Next Generation is Transforming the Workplace’. David menjabarkan adanya tujuh karakter utama Gen Z yang teridentifikasi, yakni digital, fear of missing out (FOMO), hiper kustomisasi, terpacu, realistis, Weconomist, dan do it yourself (DIY).
Berdasarkan karakter-karakter tersebut, Marketeers merangkum sejumlah insight mengenai ciri dan perilaku Gen Z yang dapat berpengaruh pada karakter mereka di dunia kerja.
Horizontal Communication: Egaliter
Lahir dan besar di era keterbukaan informasi menjadikan Gen Z cenderung lebih terbuka dalam berkomunikasi. Gen Z lebih menyukai dialog yang bersifat sejajar alias tidak membedakan status, pangkat, dan identitas apa pun. Dalam riset berjudul Generation Z Enters The Workforce oleh Deloitte, Gen Z yang sudah terjun di dunia profesional lebih memilih budaya kerja yang terbuka dan transparan. Selain itu, mereka juga mengharapkan adanya dialog bebas dalam sebuah tim yang melibatkan atasan dari berbagai tingkat jabatan.
Self Development: Bekerja = Belajar
Banyak alasan seorang karyawan memutuskan keluar dari sebuah perusahaan. Meski hal yang jamak, sebenarnya hal itu bukanlah hal yang positif bagi perusahaan. Pada Gen Z, terbatasnya ruang untuk mengembangkan diri kerap menjadi alasan karyawan Gen Z memutuskan untuk mundur dari perusahaan. Rencanamu melalui risetnya yang berjudul ‘Gen Z, Industry Landscape & Future of Works’ mengatakan, 44% responden Gen Z menjadikan kesempatan belajar dan mengembangkan diri sebagai motivasi dalam bekerja.
Future-oriented: Jenjang Karier yang Jelas dan Transparan
Sebagai generasi yang ambisius, Gen Z tahu betul apa yang mereka inginkan. Tapi, mereka tidak selalu ingin berada di level manajerial. Gen Z memiliki tujuan bekerja untuk mengasah kemampuan dan pengetahuan agar bisa mencapai tujuannya.
Meski begitu, perusahaan tetap harus mengkomunikasikan secara jelas dan transparan mengenai jenjang karier, cara mencapainya, indikator, dan hal lainnya pada karyawan Gen Z. Hal tersebut dikarenakan Gen Z tetap akan mencari pekerjaan yang sustain dan bisa mengakomodasi tujuan mereka.
High-touch, High-tech: Tetap Butuh Sentuhan Manusia
Meskipun hidup di era yang high-tech, Gen Z tetap membutuhkan perjumpaan fisik. Menurut survei Institute for Corporate Productivity (i4CP) yang tertuang dalam laporan ‘Generation Z: What Employers Need to Know’, mayoritas Gen Z (78%) mengaku lebih suka komunikasi tatap muka di tempat kerja. Elemen manusia dalam relasi kerja menjadi sesuatu yang berharga bagi Gen Z. Dengan engagement yang dibangun secara high-tech dan high-touch ini, perusahaan bisa membangun loyalitas Gen Z sekaligus produktivitas mereka.
Editor: Muhammad Perkasa Al Hafiz