Cara Wirausaha Sosial Ini Bikin Perempuan NTT Berdaya

marketeers article

Semangat berbagi dengan masyarakat yang membutuhkan menjadi awal Du’Anyam berdiri. Du’anyam adalah sebuah wirausaha sosial yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan finansial para ibu di NTT agar mendapat akses fasilitas kesehatan dan gaya hidup sehat selama kehamilan.

“Para perempuan di NTT merupakan tumpuan keluarga. Mereka bekerja mengolah ladang, sementara para laki-laki merantau ke luar pulau. Mau tidak mau, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, para perempuan di NTT harus bekerja di ladang meski dalam keadaan sakit maupun hamil,” kata Hanna Keraf, Director of Operations of Du’anyam dalam diskusi Platform Usaha Sosial (Plus) bertajuk “Kewirausahaan Sosial untuk Indonesia yang Lebih Baik” di Jakarta, Selasa (31/1/2017).

Untuk mendapatkan fasilitas kesehatan, sambung Hanna, mereka tidak punya uang tunai Rp 1.000 atau Rp 2.000 untuk fotokopi Kartu Keluarga yang digunakan sebagai administrasi. Jadi, ini menyulitkan mereka untuk mendapatkan layanan kesehatan. Tak mengherankan bila para ibu hamil di NTT memilih untuk melahirkan di dukun. Untuk membayar jasa dukun, mereka membayarnya dengan ayam ternak atau ubi.

“Melihat kondisi tersebut, kami ingin mengisi gap uang Rp 1.000 itu. Kami tahu mereka sulit mendapatkan uang tunai. Sebab itu, kami membuat Duanyam untuk memberikan alternatif penghasilan bagi mereka,” tambah Hanna.

Dalam berkolaborasi dengan para pengrajin di NTT, pihaknya tidak ingin menambah beban baru bagi mereka dalam bekerja. Du’Anyam justru mendorong mereka untuk memanfaatkan keahlian turun-temurun yang mereka miliki, yaitu mengayam. Agar bernilai jual tinggi, tentu produk anyaman yang dibuat diberikan nilai tambah. Adapun produk-produk yang dihasilkan, di antaranya sandal, keranjang, dan dompet.

“Kini dengan Du’Anyam, ekonomi mereka meningkat. Untuk satu produk yang terjual saja, sekitar 20% dari harga jual masuk ke tangan pengrajin. Selama ini, cost kami besar di shipping yang mengambil  20-30% dari harga jual produk,” tutupnya.

Editor: Sigit Kurniawan

Related