Persaingan di industri keuangan membuat para pemain harus jeli dalam merilis strategi marketing. Tujuannya agar brand bisa mendapatkan tempat di hati konsumen. Untuk itu, PermataBank pun menggunakan lifestyle marketing, yaitu strategi pemasaran dengan memanfaatkan gaya hidup konsumen melalui kampanye mereka, #sayanguangnya. Hal ini tidak terlepas dari kenyataan bahwa banyak masyarakat Indonesia yang terjebak dalam konsumerisme. Bentuknya pun bermacam-macam, mulai dari urusan makanan, minuman, pakaian, hingga biaya transfer bank atau biaya tarik tunai di bank lain.
“Misalnya kita membeli kopi seharga Rp 30.000 per gelas setiap harinya. Jika dihitung, selama sebulan bisa Rp 900.000. Bisa dibayangkan berapa jumlahnya dalam setahun,” kata Bianto Surodjo, Retail Banking Director PermataBank.
Kebiasaan itulah yang disebut dengan Latte Factor, yang ditemukan oleh David Bach. Hal itu muncul dari kebiasaan David yang biasa membeli kopi latte setiap harinya. Dan, siapa sangka jika dijumlahkan nilainya sangat besar.
Rajin Menabung hingga Bangkrut
Ivy Widjaja, Head of Customer Segmentation & Marketing PermataBank mengatakan konsumerisme sudah terjadi di Indonesia. Menurut riset bank dengan kode saham BNLI itu, setidaknya ada 28% responden yang masuk dalam kategori broke. “Ini adalah orang yang tidak bisa menabung, bahkan defisit sekitar Rp 1,5 juta tiap bulannya,” katanya.
Selain broke, ada kategori lain. Yaitu on edge dengan porsi 34%, yaitu orang yang mendapatkan gaji namun tidak bisa menabung, pragmatic dengan porsi 17%, yaitu orang yang bisa menabung 25%-50% pendapatannya, dan deep pocket dengan porsi 21%, yaitu orang yang bisa menabung di atas 50% dari pendapatannya. “Penyebab konsumerisme bermacam-macam, mulai dari membeli karena iming-iming hadiah, ikut-ikutan membeli, atau gengsi,” katanya.
Melalui #sayanguangnya, bank yang sahamnya dimiliki Standard Chartered ini mengajak agar nasabah hidup dengan hemat. Selain berpikir untuk menabung, PermataBank juga menghadirkan Tabungan Permata Bebas yang menawarkan cashback sebesar 5% untuk belanja BBM dan kebutuhan-sehari di supermarket dengan menggunakan kartu debit PermataBank. Tak hanya itu, PermataBank juga membebaskan biaya administrasi bulanan dan transfer ke bank mana pun. Bahkan, pada tanggal 20 dan 17 setiap bulannya, PermataBank memberikan cashback sebesar 10%. Dengan produk ini, PermataBank berharap agar nasabah memikirkan Latte Factor, hal-hal sepele yang jika dikumpulkan akan bernilai besar. Misalnya saja biaya administrasi dan transfer antar bank.
“Kampanye ini telah berlangsung sejak tahun lalu. Dan, kami berkomitmen untuk melanjutkan pada tahun ini dan menambah fiturnya. Dampaknya porsi CASA (current account savings account atau dana murah) kami naik dari 32% menjadi 42% per kuartal ketiga 2016 lalu,” katanya. Tak hanya berdampak pada CASA, strategi ini juga memberikan dampak pada bisnis PermataBank lainya, yaitu wealth management.
Bianto mengatakan kampanye ini tidak terlepas dari positioning PermataBank. “Kami ingin menjadi solusi finansial yang meaningful. Dan, diferensiasi kami adalah dari sisi electronic channel. Kami akan terus memperkuat ini semua,” katanya.