Melalui Nawa Cita yang dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo, pemerintah memberikan fokus terhadap lima sektor, yakni infrastruktur, energi, maritim, pangan, dan pariwisata. Khusus untuk pariwisata, Presiden menargetkan angka kunjungan wisatawan mancanegara mencapai 20 juta kunjungan pada 2019. Secara bertahap, pemerintah berhasil menyelesaikan target 10 juta kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) pada akhir 2015, 12 juta pada 2016. Dan, target 15 juta wisman serta menggerakan 265 juta wisatawan nusantara (wisnus) sampai akhir tahun ini yang dibebankan kepada Kementerian Pariwisata Republik Indonesia.
Berbagai upaya pun dilakukan oleh kementerian yang dipimpin oleh Arief Yahya ini. Salah satunya adalah komitmen Arief Yahya untuk melakukan percepatan pembangunan di sepuluh destinasi wisata prioritas, meliputi Borobudur, Mandalika, Labuhan Bajo, Bromo-Tengger- Semeru, Kepulauan Seribu, Toba, Wakatobi, Tanjung Lesung, Morotai, dan Tanjung Kelayang. Sepuluh destinasi prioritas ini merupakan terobosan dalam mengembangkan destinasi yang memiliki daya saing global tinggi.
Bila dibandingkan daerah lain di Asia Tenggara, Indonesia terbilang masih memiliki banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan dari mulai masalah atraksi, akses, dan amenitas. Sebagai perbandingan, Kamboja yang memiliki Angkor Wat dikunjungi 1,7 juta wisatawan asing. Sementara, Indonesia yang memiliki Candi Borobudur, Prambanan dan Ratu Boko hanya dikunjungi sebanyak 471.000 wisman dan 5 juta wisnus. Tentunya angka ini sangat jauh tertinggal. Butuh keseriusan dari beragam pihak untuk membangun destinasi pariwisata Indonesia.
Terlebih pembangunan sepuluh destinasi prioritas ini akan memerlukan banyak dana untuk pembangunan dan pengembangan. Sepuluh destinasi ini digadang-gadang akan menjadi destinasi yang mirip seperti Bali di masa depan. Menpar Arief Yahya pun pernah mengatakan bahwa Bali begitu istimewa. 40% wisman masuk ke Indonesia lewat Bali, sisanya lewat Jakarta 30%, Kepri 20%, dan 10% tersebar luar di daerah lain. Selain itu, Bali juga istimewa karena segudang reputasi dunia dialamatkan ke Pulau Dewata itu. Bali juga contoh destinasi yang paling lengkap 3A-nya (Atraksi, Akses, dan Amenitas)
Tentu, untuk membangun semua ini dibutuhkan biaya dan investasi yang besar. Sayangnya nilai investasi yang ditanamkan oleh investor lokal masih jauh tertinggal dari dana yang ditanamkan investor asing. Dari sini, Kementerian Pariwisata perlu menjalin hubungan yang erat dengan para stakeholder terkait. Melalui kerjasama yang saling bersinergi, pembangunan destinasi-destinasi yang menjadi unggulan tersebut akan semakin cepat dilakukan.
Untuk itu, MarkPlus, Inc. bersama Kementerian Pariwisata Republik Indonesia menggelar The 2nd Wonderful Indonesia Tourism Investment Lunch 2017 yang akan digelar pada Minggu, 21 Mei 2017 di Museum Marketing 3.0 yang terletak pada kompleks Museum Puri Lukisan Jl. Raya Ubud, Gianyar, Bali.
Acara yang memasuki tahun keduanya ini, merupakan wadah yang menghubungkan Kementerian Pariwisata dengan para stakeholder terkait, seperti para pelaku usaha dan investor di bidang jasa industri pariwisata. Tujuannya adalah agar terjalin kerjasama dalam rangka percepatan pembangunan di destinasi-destinasi unggulan di atas.
“Dalam melakukan pengembangan pariwisata Menteri Arief Yahya selalu bergerak cepat. Pemerintah pun selalu melakukan deregulasi jika ada peraturan yang menghambat pertumbuhan industri ini. Jadi bagi para pelaku industri pariwisata yang menemukan kendala, silakan hubungi kami,” jelas Hiramsyah S. Thaib, Ketua Pokja Percepatan 10 Destinasi Pariwisata Prioritas pada The 2nd Wonderful Indonesia Tourism Investment Lunch 2017 di Museum 3.0 Ubud, Gianyar-Bali.
Hiramsyah juga memberikan pesan kepada para pelaku industri ini untuk tidak bergerak sendirian. Carilah kolaborasi dan sambungkan dengan pelaku terkait industri ini. Tujuannya satu, agar pertumbuhan yang ingin dicapai bisa lebih besar.