5 Contoh Perusahaan Berhasil dan Gagal Lakukan Diversification Strategy
Diversification strategy menjadi salah satu strategi yang dapat menumbuhkan bisnis dan memberikan kekuatan bagi perusahaan untuk bersaing dalam industri.
Strategi ini menjadi salah satu strategi dalam alat analisis Ansoff Matrix yang terdiri atas market development, product development, market penetration, dan diversification.
Banyak perusahaan besar multinasional telah menerapkan strategi ini untuk dapat berdaya saing. Sebagian berhasil dan sebagian lagi mengalami kegagalan. Mengapa demikian?
Simak penjelasan yang Marketeers sadur dari Shorts dan pelajari bagaimana bisnis tersebut dapat berhasil dan gagal dengan diversification strategy pada artikel berikut ini:
1. Apple
Salah satu perusahaan smartphone premium terbaik di dunia, Apple Inc., menerapkan related diversification strategy. Strategi ini menghasilkan produk dengan beberapa kemiripan antara produk-produk yang sudah ada dengan produk yang akan dikembangkan.
Pada tahun 1984, Apple meluncurkan Macintosh sebagai personal computer yang akhirnya sukses. Namun sebelumnya, Apple sudah merilis produk yang berkaitan dengan Macintosh, yaitu Apple 1 Motherboard.
Setelah itu, Apple memasuki masa-masa penurunan pada tahun 1990-an ketika Microsoft mulai mengembangkan personal computer dengan harga yang lebih murah dan praktis. Apple hampir saja bangkrut.
Kemudian, pada tahun 2001, Apple kembali meluncurkan iPod dan iTunes pada tahun 2003, kemudian disusul dengan iPhone pada tahun 2007. Peluncuran produk ini sukses.
Diversifikasi produk yang saling berkaitan ini disambut dengan baik oleh pasar. Apple mampu menyinergikan sumber daya dan keahlian yang dimiliki untuk menghasilkan produk komputer hingga ponsel genggam.
Bahkan, related diversification strategy yang dihasilkan merambah ke tablet, jam tangan, true wireless stereo, laptop, dan lainnya. Strategi diversifikasi Apple membawa Apple mencapai kesuksesannya.
BACA JUGA: 5 Contoh Sukses Minimum Viable Product (MVP), Layak Anda Pelajari!
2. Amazon
Amazon adalah salah satu perusahaan terbesar di dunia dengan US$ 386 miliar pada tahun 2020. Pada awal pendirian, Amazon adalah toko buku online yang sukses pada tahun 1995.
Dengan adanya Amazon, buku menjadi lebih mudah untuk dibeli oleh konsumen dan didistribusikan ke berbagai wilayah. Tak puas sampai disitu, Jeff Bezos melakukan diversifikasi.
Pada tahun 1998, Amazon menawarkan video game dan multimedia serta kemudian merambah ke barang elektronik, software, peralatan rumah tangga, hingga mainan anak.
Amazon melakukan diversifikasi besar-besaran hingga saat ini menjadi e-commerce dengan adopsi teknologi yang begitu besar. Tak hanya itu, Amazon juga menelurkan Amazon Web Services (AWS) yang menghadirkan platform cloud computing dan API sesuai permintaan pelanggan.
Amazon juga melakukan diversifikasi dengan meluncurkan e-reader Kindle hingga speaker pintar, Amazon Echo. Amazon juga memasuki industri musik digital dengan Amazon Music, industri maskapai penerbangan dengan Amazon Air, dan industri streaming online serta perfilman dengan Amazon Prime Video.
Strategi diversifikasi Amazon termasuk dalam conglomerate diversification yang membuat Amazon menjadi raksasa bisnis yang selalu dikhawatirkan oleh para pesaingnya.
3. Harley Davidson ‘Eau de Toilette’
Harley Davidson adalah merek sepeda motor ikonik yang terkenal seantero dunia. Pada tahun 1990-an, brand motor ini melakukan diversification strategy dengan memproduksi produk parfum.
Strategi diversifikasi ini berlebihan dan malah membuat para penggemar Harley Davidson marah. Hal ini mendorong kegagalan dari diversifikasi produk dengan meluncurkan produk baru karena salah dalam melakukan riset pasar dan pengguna.
BACA JUGA: Open Innovation: Buka Pintu Kolaborasi untuk Pertumbuhan Perusahaan
4. Virgin Cola
Virgin adalah salah satu perusahaan media dan entertainment yang begitu besar di Inggris. Meski sudah sangat besar dan berpengalaman dalam bisnis, perusahaan apa pun bisa saja melakukan kesalahan dan gagal.
Itulah yang terjadi pada Virgin Group saat berkolaborasi dengan Coca Cola dan Pepsi untuk memproduksi diversifikasi produk Virgin Cola. Pada 1994, Virgin Cola yang diluncurkan ke pasar hanya menguasai 3% dari pangsa pasar Inggris hingga pada akhirnya berhenti produksi pada tahun 2009.
Namun, karena besarnya kekuatan bisnis yang dimiliki oleh Virgin Group, perusahaan dapat bertahan dan move on dari kegagalan tersebut. Jika salah dalam berstrategi diversifikasi ini terjadi pada perusahaan kecil, maka bisa saja perusahaan Anda langsung akan tutup.
5. Google Glass
Google adalah salah satu perusahaan teknologi terbesar di dunia yang memiliki keuangan besar, sumber daya tinggi, dan pengetahuan yang hampir tidak terbatas.
Meski sebesar itu, Google pun juga bisa melakukan kesalahan saat diversifikasi produk yang dimiliki. Hal ini terjadi pada Google Glass yang diluncurkan pada tahun 2013.
Pada saat itu, Google menggembar-gemborkan bahwa Google Glass akan menjadi perangkat pengganti smartphone yang dapat dipakai dengan praktis, ramah pengguna, dan tidak mengganggu.
Namun sayangnya produk tersebut berhenti diproduksi hanya dalam dua tahun. Berbagai macam keluhan bermunculan, mulai dari baterai yang boros, masalah privasi, hingga larangan penggunaan di ruang publik.
Produk diversifikasi yang diciptakan Google ini belum siap di pasaran dan belum memiliki legalitas yang sah, sehingga izin penggunaan yang sesuai etika menjadi salah satu hambatannya.
Demikianlah lima contoh perusahaan yang berhasil dan gagal saat melakukan diversification strategy. Oleh karena itu, bagi Anda yang ingin menerapkan strategi ini, lakukanlah riset dengan baik, ciptakan produk dengan product market-fit yang tepat, dan lakukan iterasi secara berkala agar layak dan dapat diterima oleh target pelanggan Anda.
BACA JUGA: Defensive Marketing: Strategi Market Leader Bertahan Melawan Gempuran
Editor: Ranto Rajagukguk