Salah satu penyebab startup menjadi gagal pada awal pendiriannya adalah karena mereka mendesain produk hanya berdasarkan asumsi, tanpa fakta dan bukti. Minimum viable product atau MVP menjadi salah satu cara untuk meminimalkan risiko kegagalan tersebut.
Entrepreneurs yang terperangkap dalam asumsi merasa percaya diri bahwa produknya akan mampu memecahkan masalah pelanggan dan hadir lebih baik dari solusi yang ada di pasar.
Pendiri startup merasa yakin produknya layak untuk dibeli. Ketika asumsinya salah, maka startup tersebut kembali terancam punah dan harus mengubur mimpi akan produknya.
Alasan tersebutlah yang membuat pembuatan MVP penting dilakukan. MVP hadir dengan tujuan untuk memberikan startup kesempatan untuk bereksperimen atas ide produknya, sekaligus melihat bagaimana respons pelanggan terhadap produk yang diciptakannya.
Konsep MVP ini dikembangkan oleh Eric Ries, penulis buku legendaris bagi para startup founder, yaitu The Lean Startup. Konsep ini pun sudah menjadi hal yang wajib dilakukan sebelum produk benar-benar diluncurkan.
Berikut lima contoh sukses MVP para startup yang dianggap telah berhasil memenangkan pasar, berikut penjelasannya.
1. Amazon
Sebagian besar orang mengenal Amazon lahir sebagai sebuah toko buku online. Namun, di baliknya, ternyata Jeff Bezos sebagai founder memulai Amazon dengan membeli buku dari distributor dan mengirimkannya kepada pelanggan setiap menerima pesanan.
Makin tingginya penjualan produk membuat MVP Amazon ini mulai mengakuisisi gudang dan terus melakukan perbaikan di setiap pelayanan pembelian buku online. Kini, Amazon telah mengadopsi personalization marketing yang mampu memberikan pengalaman berbeda dan personal kepada setiap pengguna di situs web Amazon.
BACA JUGA: Minimum Viable Product: Model Produk Sederhana yang Berdaya Guna
2. Facebook
Pada awal peluncuran, MVP Facebook hanya sekadar alat media sosial untuk dapat terhubung dengan teman yang berada di lingkup Universitas Harvard dengan mayoritas pengguna adalah mahasiswa. Namun, hebatnya ide Mark Zuckerberg mampu membuat Facebook menjadi sangat populer dan layak untuk dikembangkan hingga akhirnya platform tersebut mampu memiliki fitur yang kompleks.
Bahkan, Facebook tak hanya menjadi media sosial, tetapi juga media berjualan, berbisnis, berkomunitas, berorganisasi, iklan, dan lain sebagainya.
3. Twitter
Pada tahun 2006, Jack Dorsey, Noah Glass, Biz Stone, dan Evan Williams mengembangkan Twitter melalui MVP yang merupakan proyek dari Odeo (alat untuk podcasting) pada masanya. Awalnya, MVP Twitter hanya digunakan oleh karyawan Odeo untuk alat pesan teks internal saja yang mana pengirim dapat mengirim pesan SMS singkat dengan kode khusus dan teman-temannya akan mendapatkan tweet SMS tersebut.
Setelah merasa memiliki produk yang menarik untuk dikembangkan, dengan investasi yang cukup besar, Twitter akhirnya dirilis ke publik.
BACA JUGA: Product Market-Fit: Jika Tidak Tercapai, Produk Startup Terancam Gagal
4. Airbnb
Dimulai dengan apartemen milik sendiri yang sulit untuk dibayar, Brian Chesky, Nathan Blecharczyk, dan Joe Gebbia memberikan opsi kepada para pemilik rumah lainnya untuk mau mendaftarkan kamar atau rumahnya untuk dapat disewa dalam jangka pendek agar bisa mendapatkan penghasilan tambahan.
Perusahaan rintisannya memiliki misi untuk bisa menjadi solusi yang menghubungkan penyewa properti dengan para pencari homestay dengan harga yang terjangkau.
Respons pasar pun sangat baik, terlihat banyak wisatawan yang bersedia untuk tinggal di rumah penyewa dengan alasan menghemat uang akomodasi. Dari MVP yang ada, produk ini menjadi terus berkembang baik untuk penyewaan jangka pendek maupun jangka panjang.
Hingga pada akhirnya, Airbnb mampu menyewakan jutaan properti, mulai dari kamar, apartemen, kabin, dan lainnya. Nilai yang terus dipertahankan adalah harga sewa yang lebih rendah, tempat penginapan yang nyaman dan homey layaknya penduduk setempat.
Sejak 2008 berdiri, Airbnb mampu mendapatkan keuntungan dari komisi yang didapatkan.
5. Spotify
Daniel Ek dan Martin Lorentzon mendirikan Spotify pada 2006 hingga menjadi layanan streaming audio dan musik digital yang terkenal. Tujuan awalnya adalah untuk menjadi penawar dari pembajakan musik.
Melalui Spotify, mereka menyediakan podcast dan musik yang hak ciptanya dilindungi sehingga hak label musik dan artis tidak dilanggar. MVP Spotify hanya berfokus untuk membangun platform streaming musik yang sederhana, dapat diakses di desktop secara gratis, dan menjadikan iklan sebagai sumber pendapatan.
MVP awal dirilis yang mana pengguna dapat menikmati musik tanpa iklan apa pun. Namun, saat ini, Spotify telah memiliki jutaan lagu yang bisa dipilih, diakses secara online dan offline, serta menawarkan produk berdasarkan model bisnis freemium dan berlangganan.
Itulah lima contoh sukses dari penerapan MVP atau minimum viable product yang dilakukan oleh para startup. MVP ini telah terbukti berhasil di beberapa kasus peluncuran produk yang sifatnya baru dan inovatif, mendisrupsi pasar, dan belum pernah ada.
Dengan MVP, startup akan memiliki wawasan mengenai respons pasar atas produk yang diciptakannya dan mengembangkan produk berdasarkan permintaan calon pelanggan.
BACA JUGA: 5 Strategi Jitu Sukseskan Product Launch Campaign
Editor: Ranto Rajagukguk