5 Fakta Bakteri Pemakan Daging yang Menyebar di Jepang

marketeers article
Ilustrasi. (Sumber: 123rf)

Beberapa waktu belakangan ini, Jepang tengah dilanda infeksi sindrom syok toksik streptokokus (STSS), yang disebabkan oleh bakteri Streptococcus pyogenes kelompok A atau yang dijuluki dengan bakteri pemakan daging.

Dikabarkan, lebih dari 1.000 kasus STSS terjadi di Jepang dalam enam bulan pertama tahun 2024. Angka ini melampaui jumlah total yang terjadi pada tahun lalu.

Kondisi ini tentu saja membuat masyarakat khawatir dan turut menjadi perhatian dunia. Apalagi, penyakit ini bisa menyebabkan pasien meninggal dunia hanya dalam 48 jam. 

Merangkum dari berbagai sumber, simak fakta dari STSS yang tengah menyebar di Negeri Sakura:

BACA JUGA 3 Masalah Kesehatan yang Mengintai Orang Bertubuh Tinggi seperti Zhang Ziyu

1. STSS komplikasi langka

STSS adalah sebuah komplikasi langka dan dapat berakibat fatal yang disebabkan oleh infeksi bakteri pemakan daging Strektokokus grup A atau Strep A.

Masalah kesehatan ini dapat menyebabkan komplikasi akibat organ-organ yang tidak berfungsi dan tubuh yang mengalami syok. Bahkan dengan pengobatan, STSS tetap dapat berisiko kematian. 

Dari sepuluh orang yang menderita STSS, sebanyak tiga orang berisiko meninggal karena infeksi tersebut.

2. Disebut sebagai bakteri pemakan daging

Bakteri ini disebut sebagai “pemakan daging” karena dapat menghancurkan kulit, lemak, dan jaringan di sekitar otot dalam waktu singkat. Penularan STSS terjadi melalui pernapasan dan droplet (percikan ludah atau lendir) dari penderita.

3. Gejala

Adapun gejala awal yang dialami penderita STSS dapat berupa demam, nyeri otot, mual, dan muntah. Dikutip dari Independent, setelah gejala pertama muncul, biasanya hanya membutuhkan waktu sekitar 24 sampai 48 jam hingga tekanan darah rendah berkembang. 

Ketika ini terjadi, STSS dengan cepat menimbulkan gejala yang lebih serius, seperti Hipotensi (tekanan darah rendah), Kegagalan organ (tanda lain organ tidak berfungsi), Takikardia (detak jantung lebih cepat dari normal), Takipnea (pernapasan cepat).

BACA JUGA 5 Manfaat Donor Darah untuk Kesehatan, Bisa Mencegah Stres!

4. Faktor risiko

Siapa pun dapat terkena STSS. Aken tetapi, beberapa faktor dapat meningkatkan risiko terkenanya. 

Salah satu faktor yang paling banyak terjadi, yakni disebabkan oleh usia yang lebih tua atau 65 tahun ke atas. Selain itu, STSS juga dapat terjadi disebabkan oleh adanya infeksi atau luka. 

Orang dengan luka terbuka mempunyai risiko lebih tinggi terkena STSS. Hal ini dapat mencakup orang-orang yang baru saja menjalani operasi atau infeksi virus yang menyebabkan luka terbuka.

Tak sampai di situ, orang dengan riwayat penyakit diabetes dan memiliki ketergantungan juga berisiko lebih tinggi terkena STSS.

5. Penyebab terjadi lonjakan di Jepang

Hingga saat ini, belum diketahui secara pasti penyebab terjadi lonjakan STSS di Jepang. Akan tetapi, Kementerian Kesehatan Jepang telah mengisyaratkan bahwa pelonggaran langkah-langkah pencegahan virus corona dapat menjadi faktor penyebab peningkatan kasus STSS.

Meskipun ada peningkatan, kementerian bersikeras bahwa hal ini masih aman untuk aktivitas bepergian ke negara tersebut. Kendati demikian, pemerintah Jepang mengimbau para pelancong untuk mengambil tindakan pencegahan termasuk mencuci tangan dan membersihkan luka untuk mencegah infeksi.

Sementara itu, para ahli telah memperingatkan bahwa STSS telah ada selama ratusan tahun tetapi masih jarang terjadi.

Editor: Ranto Rajagukguk

Related

award
SPSAwArDS