Hadapi Price War, Apa Strategi SHARP Untuk Bertahan?

marketeers article

PT SHARP Electronics Indonesia menyambut tahun 2018 dengan strategi khusus. Jika sebelumnya banyak menyasar segmen menengah bawah, produsen elektronik asal Jepang ini bakal menyasar segmen menengah atas pada tahun depan.

“Ketika perekonomian melambat, pasar menengah bawah sangat terpukul. Namun, lain halnya dengan pasar menengah atas,” kata Andri Adi Utomo, Senior GM Penjualan Nasional PT Sharp Electronics Indonesia (SEID).

Untuk itu, SHARP menghadirkan lemari pendingin baru yang menyasar segmen urban lifestyle. Produk anyar ini memiliki ukuran freezer yang lebih besar dibandingkan kulkas pada umumnya. Hal ini untuk memfasilitasi kaum urban yang kerap berbelanja dalam jumlah besar namun untuk jangka waktu yang cukup lama. “Karena kesibukan, ada yang belanja satu minggu sekali atau bahkan sebulan sekali. Kami menyediakan kulkas berukuran besar dengan ukuran freezer yang 8% lebih besar,” kata Andri.

Kulkas dengan jenis Grand Vetro Series ini hadir dengan ukuran 500-700 liter. Dengan strategi ini, SHARP berharap bisa mempertahankan pangsa pasar mereka. “Kami adalah penguasa pasar dengan market share 26,6% saat ini. Dengan adanya produk baru ini, kami berharap bisa menaikkan market share hingga 30% pada tahun depan,” kata Andri. Adapun kulkas ini dijual dengan harga mulai dari Rp 5,6 juta hingga Rp 11,5 juta per unit. SHARP menargetkan bisa menjual 60.000 unit per tahun melalui produk anyar ini.

Menyambut 2018

Tahun 2017 memang bukan tahun yang bersahabat bagi produsen elektronik. Namun, SHARP melihat industri elektronik di Indonesia sudah mencapai titik terendah dan diharapkan akan tumbuh pada tahun 2018. Dengan merilis produk high end, SHARP berharap bisa mengerek brand image mereka. “Ketika sebuah produk menyasar segmen atas, maka penjualan di segmen bawah akan kekerek. Namun tidak sebaliknya,” kata Andri.

SHARP pun tidak menepis bahwa produsen elektronik di Indonesia harus terjebak dengan perang harga agar bisa bertahan pada tahun 2017 ini. SHARP sendiri mengaku banyak memotong biaya marketing, khususnya promosi. Sebagai gantinya, SHARP menjadikan bujet marketing sebagai potongan harga. “Jadi kami berikan potongan itu ke konsumen,” kata Andri.

Price war tak luput terjadi karena permintaan terhadap barang elektronik di pasar mengalami penurunan. Sedangkan suplai dari pabrik tetap stagnan. Lantas, apakah perang harga itu tidak memengaruhi positioning SHARP? “Ketika kondisi melambat, forget the brand image,” kata Andri.

Selain telah menyentuh titik bottom, SHARP berharap pilkada serentak di Indonesia bisa menjadi pemanis dan pembangkit daya beli konsumen terhadap produk elektronik. “Uang yang beredar akan banyak sekali. Saya optimistis tahun 2018 akan lebih baik ketimbang tahun 2017,” kata Andri.

Related