Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyebutkan mayoritas pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UKM) masih kesulitan mengakses permodalan. Tercatat, sebanyak 61,88% pelaku UKM menilai tidak mudah untuk mengakses pinjaman untuk keperluan bisnis.
Shinta Widjaja Kamdani, Ketua Umum Apindo menuturkan kendala tersebut membuat bisnis UKM masih belum bisa memberikan lompatan yang berarti bagi perekonomian nasional pada tahun 2024. Dengan begitu, perlu adanya kemudahan dalam pembiayaan modal kerja usaha kerakyatan.
BACA JUGA: Kolaborasi Kemenkop UKM X MCorp Dorong CI-EL di ASEAN
“Terkait UKM sebagai tulang punggung perekonomian, diprediksikan belum akan ada lompatan yang berarti dari UKM di tahun depan. Hal ini berdasarkan hasil survei kami, di mana 45,75% UKM tidak berencana melakukan ekspansi bisnis dalam lima tahun ke depan,” kaya Shinta melalui keterangannya, Jumat (22/12/2023).
Masalah yang dihadapi UKM tidak hanya berhenti di situ, sebanyak 55,85% mengalami keterbatasan modal untuk mempertahankan bisnis. Kemudian diperburuk dengan persaingan yang sangat tinggi dan dikeluhkan sebanyak 22,96% pelaku usaha.
BACA JUGA: Dongkrak UKM, Debitur KUR Baru dari BRI Capai 1,44 Juta Usaha
Dari sisi peluang pasar juga masih terbatas dengan dikeluhkan sebanyak 11,92% pelaku UKM. Shinta menilai tantangan lain adalah perihal sistem Online Single Submission Risk Based Approach (OSS-RBA) masih menyulitkan dan belum maksimal.
“Hal ini disebabkan kurangnya komitmen dari Kementerian dan Lembaga terkait, minimnya sinergi platform teknologi informasi, ketidaksiapan sumber daya manusia (SDM) dan koordinasi dengan pemerintah daerah,” ujarnya.
Di sisi lain, Shinta menyebut regulasi saat ini masih belum konsisten membela dunia usaha. Salah satunya adalah terbitnya peraturan pemerintah pengganti undang-undang atau Perppu mengenai Undang-Undang Cipta Kerja (Ciptaker) yang kemudian disahkan menjadi UU Nomor 6 Tahun 2023 masih belum konsisten dengan UU Nomor 11 tahun 2020 tentang Ciptaker.
“Namun kami melalui dewan pengupahan menghormati kerangka kebijakan sebagai landasan kepastian hukum untuk basis penetapan formula dan indikator upah minimum provinsi (UMP) yang didasarkan pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 tahun 2023,” tuturnya.
Editor: Ranto Rajagukguk