66% Organisasi di RI Laporkan Pembobolan Keamanan Siber

marketeers article
Jumlah Ahli Kurang, 66% Organisasi di Indonesia Laporkan Pembobolan Keamanan Siber (FOTO: 123RF)

Riset perusahaan keamanan siber Fortinet terbaru mengungkap peningkatan risiko dunia maya karena kurangnya ahli yang terus terjadi. Lebih dari 66% organisasi di Indonesia telah melaporkan penerobosan keamanan siber pelanggaran dunia maya dalam satu tahun terakhir, yang menghabiskan biaya pemulihan hingga lebih dari US$ 1 juta.

Secara global diperkirakan dibutuhkan sebanyak 3,4 juta profesional untuk mengisi kesenjangan tenaga kerja keamanan siber. Pada saat yang sama, Laporan Kesenjangan Keterampilan Keamanan Siber Global 2023 menemukan antara 2021 hingga 2022 jumlah organisasi Indonesia yang mengalami lima atau lebih penerobosan meningkat sebesar 48%.

BACA JUGA: Survei: Seperempat Level C di Asia Tenggara Tak Paham Keamanan Siber

Jumlah ini lebih rendah dibandingkan dengan angka secara global, yaitu 53% organisasi. Salah satu sebabnya adalah banyak tim keamanan siber dengan jumlah staf terbatas, terbebani dan tegang saat mereka mencoba untuk memantau ribuan peringatan ancaman setiap hari dan mencoba mengelola solusi yang berbeda untuk melindungi perangkat dan data organisasi mereka dengan benar.

“Kekurangan ahli keamanan siber adalah salah satu tantangan utama yang menempatkan organisasi dalam risiko, seperti yang ditunjukkan dengan jelas oleh hasil Laporan Kesenjangan Keterampilan Keamanan Siber Global terbaru dari Fortinet. Dengan perkembangan saat ini, organisasi harus memilih produk yang memperkenalkan otomatisasi untuk mengurangi beban tim yang bekerja terlalu keras sambil terus fokus pada peningkatan keterampilan dan pelatihan keamanan siber,” kata John Maddison, EVP Produk dan CMO Fortinet dalam keterangannya, Selasa (2/5/2023).

Selain itu, sebagai akibat dari tidak terisinya jabatan di bidang TI karena kekurangan keterampilan siber, laporan tersebut juga menemukan 82% organisasi di Indonesia mengindikasikan mereka menghadapi risiko siber tambahan. Salah satu risiko siber yang dihasilkan adalah peningkatan penerobosan, dengan 94% organisasi lokal mengalami satu atau lebih gangguan keamanan siber dalam 12 bulan terakhir, naik dari 72% organisasi di tahun lalu.

BACA JUGA: Serangan Siber ke Pekerja Jarak Jauh Asia Tenggara Mulai Menurun

Pada saat yang sama, 66% organisasi lokal memperkirakan jumlah serangan siber akan meningkat selama 12 bulan ke depan, yang makin menambah kebutuhan untuk mengisi posisi krusial di bidang siber untuk membantu memperkuat postur keamanan organisasi. Perkiraan organisasi di Indonesia tentang serangan siber tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan organisasi secara global (65%).

Laporan tersebut menunjukkan semua dewan direksi di Indonesia menanyakan bagaimana organisasi dapat melindungi diri dari serangan siber. Pada saat yang sama, 87% dewan direksi di perusahaan Indonesia mendorong kebijakan mempekerjakan lebih banyak staf keamanan TI, dengan penekanan pada kebutuhan ahli keamanan siber.

Jabatan dalam bidang operasi keamanan (56%), keamanan cloud (48%), diikuti oleh keamanan pengembangan perangkat lunak (40%) adalah yang paling sulit diisi di Indonesia.

Editor: Ranto Rajagukguk

Related

award
SPSAwArDS