4 Strategi Negara ASEAN Wujudkan Wilayah ini Jadi Epicentrum of Growth
Negara-negara ASEAN satu suara bahwa kawasan Asia Tenggara akan menjadi pusat pertumbuhan dunia atau epicentrum of growth. Keyakinan itu pun perlu diiringi oleh beragam strategi untuk menunjang pertumbuhan ekonomi di masing-masing negara.
Grow or die
Strategi itu juga jadi materi diskusi panel dalam The 9th ASEAN Marketing Summit (AMS) yang merupakan bagian dari MarkPlus Conference (MPC) 2024. Prof. Hooi Den Huan, Tri-Founder of Philip Kotler Center for ASEAN Marketing mengatakan, pertumbuhan atau growth merupakan bagian dari strategi untuk mencapai sustainability.
“Pertumbuhan menjadi bagian utama demi mencapai keberlanjutan. Grow or die,” kata Prof. Hooi Den Huan dalam diskusi panel yang digelar di Glass House, The Ritz-Carlton Jakarta, Pacific Place, Rabu (6/12/2023).
BACA JUGA: MarkPlus Conference 2024 Resmi Dibuka, Potensi Pasar ASEAN Jadi Sorotan
Karenanya, negara-negara ASEAN perlu melakukan sejumlah strategi yang spesifik sesuai dengan persoalan, tantangan dan tren di masing-masing negara. Ia menekankan, strategi yang tepat untuk diterapkan saat ini adalah strategi entrepreneurial marketing.
Mengingat, strategi itu memadukan aksi Creativity, Innovation, Entrepreneurship, dan Leadership (CI-EL) dengan Productivity, Improvement, Professionalism, dan Management (PI-PM).
“Strategi ini memang disebut dengan entrepreneurial marketing, tapi strategi ini bukan hanya bisa diterapkan oleh entrepreneur tapi juga bisa diterapkan oleh kalangan profesional. Karena, entrepreneur itu merupakan mindset yang bisa diterapkan oleh semua kalangan dalam ranahnya masing-masing,” kata dia.
BACA JUGA: Strategi Momogi, Merek Lokal yang Mengukir Jejak di Pasar Ekspor
Singapura: Transformasi digital
Roger Wang, President of Marketing Institute of Singapore mengatakan, salah satu strategi yang bisa diterapkan pemasar dalam menunjang growth adalah dengan menerapkan transformasi digital dalam berbagai aspek.
Mengingat, transformasi digital merupakan bagian dari inovasi yang perlu diterapkan. Tak heran, lanjut dia, saat ini setiap hari terus lahir platform baru yang menawarkan beragam kemudahan, kepraktisan dan kecepatan.
“Salah satu wujud inovasi yang dekat dengan kita saat ini adalah artificial intelligence atau AI yang kemudian hadir dalam wujud generative AI seperti ChatGPT. Saya sendiri telah memanfaatkan ini dalam mempercepat proses pembuatan proposal,” kata Roger Wang.
BACA JUGA: Indonesia Branded Export Award Beberkan Kemampuan Brand Lokal Terobos Pasar Internasional
Menurut pria yang juga menjabat sebagai ASEAN Caucus Lead-Asia Marketing Federation (AMF) itu, proposal biasanya dibuat dalam waktu beberapa hari. Berkat generative AI, kini kebutuhan proposal bisa dipenuhi hanya dalam waktu 1,5 jam saja.
Malaysia: Perkuat SDM
Sejalan dengan pemikiran itu, Eric Ku, COO Digital with Purpose (DwP) Accelerator South East Asia-Global Enabling Sustainability Initiative (GeSI) mengatakan, hal ini juga telah menjadi perhatian Malaysia yang juga ingin punya andil dalam mewujudkan ASEAN sebagai epicentrum of growth.
Saat ini, Malaysia ingin menyambut transformasi digital tersebut dengan memperkuat sumber daya manusia. “Malaysia terus mengembangkan talenta digital. Karenanya, Malaysia terus melakukan pelatihan agar para talenta digital memiliki kapabilitas yang sesuai dengan tren yang ada,” kata Eric Ku.
Thailand: Sustainability business yang lebih tepat
Di satu sisi, Nathawut Suksomanat, Advisor Social Value Thailand mengatakan, saat ini Thailand tengah ditantang untuk menunjang pertumbuhan lewat sejumlah strategi sustainability yang lebih tepat.
Mengingat, selama ini banyak perusahaan yang melakukan aksi sustainability yang kurang tepat, yakni penanaman pohon. “Mayoritas atau bahkan 90% pohon yang ditanam dalam program sustainability itu akhirnya mati,” kata Nathawut Suksomanat.
Hal itu terjadi karena sejumlah hal, mulai dari minimnya kajian terkait program itu dan minimnya aksi lanjutan berupa pengawasan dan pemeliharaan pohon tersebut. Dengan kondisi itu, artinya investasi perushaan dalam menciptakan bumi yang lebih hijau akhirnya menguap dan tak efektif.
“Karenanya, kami terus memberikan edukasi soal social return on investment atau SROI. Dengan begitu, perusahaan bisa melakukan beragam aksi sosial dengan pengukuran yang lebih optimal sehingga perusahaan bisa memastikan aksi itu benar-benar menunjang pertumbuhan kinerja perusahaan,” kata dia.
Editor: Muhammad Perkasa Al Hafiz