Ada Ancaman Resesi, Ini Tantangan Industri Perbankan pada 2023

marketeers article
Sumber: 123RF

Industri perbankan diperkirakan mengalami berbagai tantangan pada tahun 2023. Sebab, adanya ancaman resesi ekonomi global secara tidak langsung berdampak pada industri ini. 

Selain itu, ada juga beberapa faktor lainnya yang cukup menantang untuk industri perbankan. Bhima Yudhistira, Direktur Eksekutif Celios memperkirakan beberapa faktor yang cukup menantang untuk industri perbankan tahun depan. 

BACA JUGA: Agustus 2022, Bank Neo Commerce Salurkan Kredit Rp 8,4 Triliun

Pertama, moderasi harga komoditas ekspor akan mengurangi permintaan kredit di sektor pertambangan, penggalian, serta perkebunan.

“Padahal, kedua sektor kredit ini mampu tumbuh diatas rata-rata. Untuk sektor pertambangan bahkan tumbuh lebih dari 60% hingga Agustus 2022,” ujar Bhima kepada Marketeers, Senin (03/10/2022).

BACA JUGA: Hingga 2021, Pendanaan Perusahaan Batu Bara Tembus US$ 3,5 Miliar

Kedua, restrukturisasi kredit yang akan berakhir per Maret 2023 menimbulkan risiko naiknya non-performing loan (NPL) pada segmen korporasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah (UKM). Bhima memperkirakan masih banyak debitur yang kesulitan dalam membayar cicilan pokok dan bunga pinjaman.

Ketiga, tekanan eksternal yang berasal dari pengetatan moneter negara maju yang kemudian membuat Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga. Hal itu mengakibatkan efek perlambatan pada penyaluran kredit.

Ia juga memperkirakan kenaikan suku bunga BI 7 DDR 5 sampai 5,75% pada tahun 2023. Menurutnya, kenaikan bunga acuan akan agresif tahun depan, sejalan dengan hasil dot plot The Fed. 

“Bisa dibilang kondisinya menantang dari naiknya suku bunga. Tetapi, bank juga tidak bisa rem kredit terlalu dalam. Sebab, akan mengakibatkan kontraksi pada pemulihan ekonomi nasional,” ujar Bhima.

Tahun 2023 diperkirakan dunia berada dalam fase resesi. Tanda-tandanya adalah dengan melambatnya sektor industri hingga PMI manufaktur zona Eropa yang sudah dibawah 50. Kemudian, stagflasi yang memicu tertundanya ekspansi bagi investor ke negara berkembang.

“Tahun depan, industri ini sudah cukup baik apabila Indonesia bisa tumbuh diatas 4,5%. Asalkan, negara bisa menjaga risiko exposure dari resesi global, dibandingkan mengejar pertumbuhan yang tinggi, namun rentan,” kata Bhima.

Namun demikian, ia memperkirakan outlook industri perbankan pada tahun 2023 masih cukup menarik. Apalagi, untuk bank-bank yang sudah melakukan antisipasi risiko kredit tahun ini. 

“Bank yang gencar melakukan kolaborasi dengan platform digital dan fintech akan membukukan laba gemuk. Bank digital juga akan meramaikan tingkat persaingan perbankan. Meski porsi nya masih kecil, tapi sangat disruptif,” tuturnya.

Editor: Ranto Rajagukguk

Related

award
SPSAwArDS