Asian Development Bank (ADB) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di level 4,8% pada tahun 2023. Kemudian, pada 2024 akan tumbuh melandai di kisaran angka 5,0%.
Jiro Tominaga, Direktur ADB untuk Indonesia menjelaskan perkiraan tersebut didasarkan pada prediksi tekanan ekonomi secara global yang terjadi pada tahun 2023. Hal ini akan memangkas pertumbuhan ekspor, meskipun transaksi berjalan semestinya tetap mendekati seimbang.
BACA JUGA: Tertinggi Sejak 2013, Pertumbuhan Ekonomi 2022 Tembus 5,31%
“Lonjakan komoditas ekspor mendorong pertumbuhan hingga 5,3% pada 2022, menggantikan permintaan dalam negeri yang lemah,” kata Jiro melalui keterangannya, Selasa (4/4/2023).
Menurutnya, kondisi perekonomian nasional ditopang oleh konsumsi rumah tangga yang sangat kuat dan sudah pulih dari pandemi COVID-19. Kembali normalnya belanja konsumen dan berbagai manfaat dari penurunan inflasi akan menopang pertumbuhan.
Kendati demikian, Jiro menyebut investasi kemungkinan belum menguat karena dunia usaha masih melihat perkembangan situasi terkini. Di sisi lain, besarnya angka ekspor menghasilkan tambahan pendapatan yang memungkinkan Indonesia memangkas defisit anggaran hingga di bawah batas wajib 3% dari produk domestik bruto (PDB).
BACA JUGA: Bank Dunia Koreksi Pertumbuhan Ekonomi Global 2023 Jadi 1,7%
Sementara itu, inflasi mencapai puncaknya hingga hampir 6% pada September, melebihi batas inflasi yang ditetapkan Bank Indonesia (BI) sebesar 4%. Namun, inflasi sudah menurun, berkat melemahnya harga komoditas dan pengetatan kebijakan moneter, serta diproyeksikan turun ke sekitar 3,5% pada Desember dan mencapai rata-rata 4,2% pada 2023.
Sementara itu, dari sisi ketenagakerjaan, hal yang menjadi perhatian untuk jangka menengah dan panjang adalah bahwa hilangnya pendapatan para pekerja dan hilangnya pembelajaran anak-anak selama pandemi dapat mengurangi potensi pertumbuhan. Sebagian besar indikator ketenagakerjaan penting telah membaik dibandingkan dengan angka-angka pada 2020, tetapi belum kembali ke tingkat sebelum pandemi.
Adapun berbagai indikator itu termasuk pengangguran, informalitas, dan upah riil.
“Sebagai langkah mitigasi dampak buruk terhadap pasar tenaga kerja adalah Program Kartu Prakerja dari pemerintah yang memberikan keterampilan teknis dan kejuruan melalui pembelajaran digital, pelatihan untuk usaha, dan beasiswa,” tuturnya.
Editor: Ranto Rajagukguk