Agar Tidak Underperform, Pemain Ritel Perlu Kenali Lima Tren Ini

marketeers article

Berada pada kondisi anomali akibat ragam disrupsi, industri ritel Tanah Air dikatakan Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO) masih bertransisi untuk berada pada posisi baru. Di antara ketidakpastian ini, para pemain ritel harus mampu memahami dan mengubah disrupsi menjadi hal yang bermanfaat bagi bisnis ritel itu sendiri.

Merujuk pada hasil riset pasar dan analisis yang dilakukan Cushman & Wakefield per kuartal empat 2019 di wilayah Jabodetabek, Marketeers merangkum lima tren yang bisa diperhatikan para pemain ritel agar tak salah langkah dan terjerumus dalam kondisi underperform. Apa saja?

Supporting Retail Tumbuh Progresif

Supporting retail di wilayah Jakarta terus menunjukkan tren pertumbuhan positif dalam satu dekade terakhir. Bahkan, pertumbuhan ini diproyeksi akan meningkat tajam di tahun ini.

Kontribusi supporting retail mencapai 41% dari total proyek ritel di Jakarta. Hal ini berbanding terbalik dengan tren pertumbuhan Trade Center yang justru diproyeksi stagnan.

Director Strategic Consulting Cushman & Wakefield Arief Rahardjo mengatakan, akan semakin banyak developer perkantoran dan kondomium yang bakal mengembangkan supporting retail. Mereka mengemas supporting retail layaknya sebuah mini mall.

Sumber: Marketbeat Q4 2019, Cushman & Wakefield

“Hal ini dilakukan untuk memastikan ritel tersebut memiliki kelengkapan yang mendukung kebutuhan para penghuni kantor mau pun tempat tinggal. Harus ada minimart, salon, fasilitas olahraga, dan berbagai komponen penunjang kebutuhan dan gaya hidup,” terang Arief di Jakarta, Kamis (06/02/2020).

Sementara, trade center tidak terlalu diminati lagi. Persoalan yang terjadi di trade center adalah setiap unit dimiliki oleh owner yang berbeda-beda, sehingga sulit untuk dikontrol secara menyeluruh.

“Di mall, kita dapat merangkul setiap owner untuk berkolaborasi dalam mencapai kesuksesan, misalnya dengan menentukan jam buka dan tutup yang sama setiap hari. Berbeda dengan trade center. Setiap owner memiliki fleksibelitas tersendiri. Kesulitan melakukan kontrol menjadi salah satu alasan mengapa trade center tidak terlalu diminati lagi,” papar Arief.

Baca juga: Apa yang Membuat Ritel di Indonesia Berguguran?

Food & Beverage is the New Fashion

Tren menarik datang dari riset teranyar Cushman & Wakefield kali ini. Food and Beverage (F&B) ditemukan menjadi tren baru yang mendominasi, bahkan F&B disebut sebagai the new fashion. Bukan hanya di wilayah Jabodetabek, Cushman & Wakefield menemukan, hal ini tengah menjadi tren global.

“Bicara soal ritel berarti berbicara soal pengalaman. Konsumen yang datang ke ritel ingin mencari pengalaman, bukan hanya untuk berbelanja, melainkan makan dan minum. Namun, istilah F&B is the New Fashion bukan berarti F&B seutuhnya menggeser eksistensi fesyen. Beberapa pemain mulai bergerak ke ranah daring,” ujar Arief.

Ekspansi Gesit Peritel Fast Fashion di Area Debotabek

Secara keseluruhan, kondisi pasar relatif stabil sepanjang semester kedua 2019. Tingkat hunian yang tidak terlalu tinggi dari pusat-pusat perbelanjaan yang baru selesai di area Debotabek telah menurunkan tingkat okupansi hingga ke 81,3% atau menurun 0,9% dibandingkan semester sebelumnya.

Dengan menargetkan generasi milenial, Trans Property melanjutkan pembukaan Trans Studio Theme Park di Cibubur, dan Trans Snow World kedua di Bintaro. Sementara, para peritel fast fashion, seperti H&M dan Uniqlo masih melanjutkan ekspansi mereka di area Debotabek dengan pembukaan toko baru di Cinere Bellevue dan Grand Galaxy Park.

Sumber: 123rf

Hal ini menyambung adanya demand dari para konsumen agar peritel fast fashion dengan cepat melakukan ekspansi ke daerah-daerah di luar Jakarta.

Segmen Ritel Menengah Dominasi area Debotabek

Pusat-pusat ritel segmen menengah mendominasi 61,7% dari total pusat ritel di area Debotabek. Disusul dengan segmen menengah-ke bawah (28,4%); menengah-ke atas (6,4%); dan lower segmen (3,5%). 44,3% supply secara keseluruhan berada di wilayah Tangerang.

Sejumlah pusat perbelanjaan utama akan rampung pada paruh pertama 2020, antara lain Vivo Mall Sentul, Boxies 123 Mall, AEON Mall Sentul City, dan The Park Sawangan.

Sumber: Marketbeat Q4 2019, Cushman & Wakefield

Jika deretan pusat perbelanjaan tersebut bisa rampung sesuai waktu yang ditargetkan, maka total kumulatif ruang pusat perbelanjaan di area Debotabek akan meningkat hingga 2.639.300 m2 pada akhir 2020.

Tarif Sewa dan Biaya Layanan Diproyeksikan Stabil

Rata-rata harga sewa pusat perbelanjaan di area Debotabek mengalami kenaikan sebesar 1,7% dari semester sebelumnya atau 2,3% (T-T), hingga tercatat di Rp 450.300/m2/bln untuk unit specialty di lantai dasar. Service charge juga turut mengalami peningkatan sebesar 1,1% dibandingkan semester sebelumnya atau sebesar 2,2% (T-T), hingga mencapai Rp129.800/ m2/bln.

Dengan kehadiran sejumlah pusat perbelanjaan besar yang akan tersedia di tahun ini, Cushman & Wakefield menganalisis, harga sewa dan service charge di area Debotabek akan tetap stabil.

Harga Sewa / Tingkat Kekosongan di Pusat Perbelanjaan Debotabek

Sumber: Marketbeat Q4 2019, Cushman & Wakefield

Sementara untuk area Jakarta, tidak terjadi kenaikan rata-rata harga sewa maupun service charge yang terlihat di pasar pusat perbelanjaan Jakarta jika dibandingkan kuartal per kuartal. Rata-rata harga sewa untuk unit specialty di lantai dasar tetap tercatat sebesar Rp 807.700 per m2 per bulan, sedangkan untuk rata-rata service charge tetap di Rp 186.800/m2/bulan.

Harga Sewa / Tingkat Kekosongan di Pusat Perbelanjaan Jakarta

Sumber: Marketbeat Q4 2019, Cushman & Wakefield

Dengan sejumlah proyek besar yang sedang menjalani renovasi di Jakarta, harga sewa diperkirakan akan tetap stabil. Namun, adanya moratorium terhadap pembangunan baru di Jakarta diharapkan dapat memicu kenaikan harga sewa di tahun mendatang.

Demikian lima catatan yang bisa dipegang para pemain ritel di area Jabodetabek tahun ini. Yang jelas, peluang masih ada meski gonjang-ganjing disrupsi  masih menghantui industri ini. Jadi, sudah siapkah Anda mengubah tantangan menjadi peluang?

Baca juga: Tahun Depan, Industri Ritel Diprediksi Masih Anomali

Related