Agile team banyak digunakan dan menjadi cukup populer belakangan ini. Dunia startup yang begitu dinamis membutuhkan agile team untuk dapat mencapai setiap target secara cepat.
Menurut Agile Alliance, agile team adalah sekelompok tim kecil yang diberikan satu atau beberapa agile project. Tim ini biasanya terdiri atas anggota-anggota lintas divisi yang saling berkolaborasi.
Sementara itu, dilansir dari Kanbanize, agile team adalah kelompok cross-functional yang memiliki tujuan bersama yang mana mereka fleksibel dan adaptable dalam bekerja untuk memenuhi keinginan pelanggan. Tim yang agile juga sering kali diterapkan oleh perusahaan yang menerapkan metode agile untuk mengerjakan berbagai proyek maupun pengembangan produk baru.
Umumnya tim ini terdiri atas lima sampai sembilan orang. Tim yang agile dianggap memiliki fleksibilitas tinggi, bekerja secara cepat, berani mengeksekusi, adaptif dengan perubahan, dan memiliki self-driven yang tinggi.
Setiap orang memiliki peran penting dalam tim tersebut, bertanggung jawab atas setiap target yang dibuat. Banyak engineer di perusahaan software yang menggunakan konsep ini.
Namun, agile team tidak terbatas pada itu. Agile team dapat diterapkan untuk marketing, HR hingga finance,.
Dua hal penting dari jenis tim ini yang perlu diperhatikan adalah mentoring berkelanjutan dan saling berbagi skill set. Setiap anggota dapat belajar satu sama lain.
BACA JUGA: Team Work: Bangun dan Hasilkan Tim dengan Performa Kinerja Terbaik
Berikut empat fase yang bisa digunakan untuk membangun tim yang agile:
Forming
Pada fase ini, manajer menginstruksikan berbagai pekerjaan secara satu arah. Setiap individu belum memiliki peran yang jelas, dan proses bekerja masih belum maksimal.
Storming
Fase setiap anggota tim memahami pentingnya keputusan yang akan sangat berdampak bagi bisnis. Tujuan dalam tim sudah sangat jelas, namun hubungan antar anggota masih belum terbangun dengan baik.
Norming
Hubungan antaranggota tim sudah sangat baik. Setiap anggota sudah berkomitmen penuh untuk dapat mencapai tujuan, dan dapat memulai optimasi proses agar lebih efektif dan efisien.
Performing
Tim telah memiliki kinerja yang sangat baik, bekerja secara strategik, sangat agile terhadap perubahan, dan setiap anggota sudah saling mengenal dengan baik. Tim yang cross-functional mampu mendorong agile team untuk dapat saling berkolaborasi dengan saling terbuka, sehingga ide yang diberikan mampu menjadi lebih berkualitas.
Setiap anggota menjadi perwakilan dari divisi masing-masing, mulai dari sales, marketing operational hingga finance, sehingga keberagaman membuat tim menjadi lebih kritis dibanding tim yang berasal dari divisi yang sama.
BACA JUGA: Brainstorming adalah Teknik Problem Solving untuk Hasilkan Ide Kreatif
Editor: Ranto Rajagukguk