Setelah wacana keikutsertaan Indonesia dalam Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB) bergulir cukup lama, akhirnya pemerintah melalui Menteri Keuangan resmi bergabung. Penandatanganan MoU AIIB dilakukan di kantor Kementrian Keuangan RI, Jakarta, Selasa (25/11/2014).
Dengan langkah ini, Indonesia memastikan diri bersama sembilan negara ASEAN lainnya ditambah Bangladesh, India, Kazakhstan, Kuwait, Mongolia, Nepal, Oman, Pakistan, Qatar, Sri Lanka, Uzbekistan, dan RRT untuk menyediakan pembiayaan infrastruktur kawasan. AIIB diinisiasi oleh Xi Jinping, Presiden Tiongkok, pada forum APEC Leades yang berlangsung pada Oktober 2013.
Tidak seperti negara-negara lain yang telah menandatangani akta pendirian AIIB pada 23-24 Oktober 2014, Indonesia masih belum membuat keputusan karena saat itu masih menunggu transisi ke pemerintahan baru. Pada kesepakatan tersebut, beberapa poin telah dibicarakan oleh negara-negara yang terlibat. Di antaranya adalah mandat, operasional, modal dan penyertaan, keanggotaan, tata kelola, dan kantor pusat.
Dalam laporannya, Kementerian Keuangan mengatakan penandatanganan MoU Indonesia dan AIIB disaksikan langsung oleh Duta Besar RRT untuk Indonesia yang juga bertindak sebagai saksi. Keikutsertaan Indonesia dalam AIIB memiliki fungsi strategis karena lembaga ini selanjutnya akan membantu negara-negara anggota untuk mempercepat proses pembangunan.
Berbagai jenis pembiayaan infrastruktur yang tidak dapat dipenuhi bank lain, seperti transportasi, telekomunikasi, sanitasi dan air bersih, serta logistik dan energi akan disediakan oleh AIIB. Setelah ini, Indonesia bersama negara-negara pendiri AIIB akan membicarakan berbagai aspek operasional serta rancangan Articles of Agreeement (AoA) agar AIIB segera bisa menjalankan fungsinya.