Perusahaan farmasi Combiphar mengumumkan akuisisi terhadap Air Mancur Group pada Selasa (26/01/2020). Pengumuman ini bersamaan dengan perayaan 50 tahun Combiphar yang jatuh pada 5 Januari lalu.
Michael Wanandi selaku Presiden Direktur Combiphar mengatakan akuisisi ini menjadi langkah besar Combiphar untuk fokus pada preventive healthcare. Seperti diketahui, Air Mancur Group selama ini bergerak di bisnis produksi jamu khas Indonesia dan memiliki beberapa merek ternama.
Melalui akuisisi ini, Combiphar memperluas cakupan pasarnya dari konsumen curative healthcare yang merupakan fokus Combiphar sebelumnya.
“Combiphar tengah bertransformasi menjadi perusahaan consumer healthcare yang fokus terhadap pasar preventive healthcare sehingga tujuan kami tidak lagi hanya mengobati, tapi juga membantu konsumen agar tetap sehat. Akuisisi ini bak menggabungkan dua kekuatan strategis di industri farmasi,” papar Michael.
Sebelum melakukan akuisisi, Michael mengungkapkan sejumlah langkah pemantapan bisnis. Di antaranya peningkatan teknologi dan prosedur bersertifikasi internasional. Kini Combiphar telah memegang ISO 9001:2000 dan ISO 140001:2004 sebagai jaminan mutu produksi obatnya. Perusahaan ini juga telah melakukan peremajaan produk dan pengembangan produk suplemen dan nutrisi. Salah satunya akuisisi obat tetes mata Instro dan EyeMo, serta melengkapi produk preventif JointFit.
Pasarkan Gaya Hidup Sehat
Seiring dengan akuisi yang dilakukan, Michael mengatakan perusahaannya akan mengambil langkah pemasaran baru. Jika selama ini fokus Combiphar adalah mengobati, fokus preventive healthcare akan diwujudkan dengan memasarkan gaya hidup sehat.
Hal ini tentu memiliki kesamaan dengan nilai produk yang dibawa Air Mancur Group. Melalui produk jamunya, Air Mancur Group telah lebih dulu memasarkan gaya hidup sehat dengan mengonsumsi suplemen herbal.
Pasar gaya hidup sehat dengan mengonsumsi jamu pun dilihat memiliki peluang besar. Survei berjudul A Healthy Diet Amids the Pandemic yang dilakukan oleh Snapcart Global menunjukkan 56% masyarakat Indonesia gemar mengonsumsi madu dan 40% masih mengonsumsi jamu.
“Artinya ada sinyal positif untuk terus melakukan penetrasi pasar. Ditambah dengan meningkatnya kepercayaan konsumen terhadap obat-obatan herbal selama pandemi membuat sektor ini memiliki peluang yang sangat besar untuk dimanfaatkan,” tutup Michael.
Editor: Ramadhan Triwijanarko