Ada yang mengatakan kawasan industri sejatinya haruslah berisi kumpulan pabrik. Tidak boleh ada aset properti lain, termasuk apartemen, pusat belanja, ataupun komplek perumahan. Namun, pendapat itu dibantah mentah-mentah oleh S.D Darmono, Presiden Direktur PT Jababeka Tbk, pengelola kawasan industri terbesar se-Asia Tenggara yang berlokasi di Cikarang, Bekasi, Jawa Barat.
Menurut Darmono, investor saat ini tidak sekadar membuka pabrik dan bekerja di sana. Akan tetapi, mereka ingin merasakan kenyamanan bagaikan di rumah. Alhasil, para pengembang kawasan industri termasuk Jababeka mulai membangun apa yang menjadi kebutuhan dari para investor, seperti perumahan, apartemen, rumah sakit, sekolah, area hiburan, lapangan golf, dan pusat belanja.
“Ada lebih dari 2.000 perusahaan memilki pabrik di Jababeka. Tenaga kerja pun sangat banyak. Kami tidak membangun kawasan industri, tapi kota baru yang terintegrasi penu layaknya Singapura,” papar Darmono.
Darmono mengaku Kawasan Jababeka meniru kawasan industri Jurong, Singapura, yang mengintegrasikan area industri dengan perkotaan. Lagi pula, kata Darmono, dengan jumlah penduduk yang kian bertambah, Indonesia harus merencanakan kota alternatif di luar kota-kota besar yang sudah ada. Jika tidak, kaum muda negeri ini hanya ingin menetap di kota yang itu-itu saja.
“Sebagai negara yang mewakili 5% penduduk dunia, Indonesia pada tahun 2050 harus memiliki 500 kota baru. Dan, itu bisa dirintis dari kawasan industri. Sehingga, suatu hal yang baik apabila kawasan industri bisa menjadi sebuah kota baru,” tuturnya.
Darmono bilang, saat pertama kali merintis usahanya pada tahun 1989 di Cikarang, Jababeka telah mengantongi dua Surat Keputusan (SK), yaitu sebagai pengembang kawasan industri lewat PT Kawasan Industri Jababeka Tbk dan pengembang residensial lewat PT Graha Buana Cikarang. Kala itu, Masing-masing perusahaan tersebut memiliki landbank seluas 500 hektare. Seiring pertumbuhan bisnis, Jababeka saat ini memiliki pasokan lahan mencapai 5.600 hektare di kawasan Cikarang, mengantarkan Jababeka sebagai pemain kawasan industri terbesar se-ASEAN.
“Bahkan, SK itu mengatur bahwa pengelola kawasan industri sekurang-kurangnya menggunakan 70% dari total lahannya untuk keperluan industri. Faktanya, kami gunakan 100% lahan kami untuk kepentingan itu,” kata Darmono.
Dengan adanya kota mandiri baru, lanjut Darmono, daerah lain di sekitar Cikarang diuntungkan dengan harga tanah yang naik. Ia menjelaskan, saat Jababeka hadir dua puluh tahun silam, harga tanah terendah di Bekasi rata-tata Rp 500 per m2. “Kini di Bekasi, rata-rata harga tanah paling murah Rp 100.000 per m2. Artinya, ada kenikmatan yang didapat masyarakat sekitar berkat kehadiran kawasan industri yang menjadi kota mandiri,” paparnya.
Jababeka pun, kata Darmono, tidak hanya menbangun hunian kelas atas untuk para ekspatriat. Perusahaan itu juga membangun ribuan rumah kelas menengah dan menegah bawah saban tahunnya. “Kehadiran kota mandiri baru turut mengurangi mobilisasi ke Jakarta. Selain itu, pemerintah daerah juga diuntungkan dengan penerimaan pajak dari para pekerja dan ekspatriat yang tinggal di kawasan itu,” kata dia.
Selain perlunya pembangunan infrastruktur publik seperti jalan tol, Darmono menekankan pentingnya pembangunan infrastruktur pendidikan di satu kawasan industri. Sebab, katanya, pandangan antiasing yang masih ada di benak masyarakat dapat menghambat kesempatan suatu kawasan industri menjadi sebuah kota mandiri baru.
“Itu terjadi karena rakyat di sekitar kawasan itu belum dipersiapkan secara baik dalam hal pendidikan. Pemerintah harus hadir dalam menghapus kecemasan berlebihan masyarakat terhadap kehadiran asing. Mereka juga harus dibekali kemahiran Bahasa Inggris agar mampu berkomunikasi dengan pendatang,” katanya.