Gerai ritel berbentuk minimarket, seperti Indomaret dan Alfamart mulai bermunculan di daerah-daerah kabupaten bahkan di wilayah-wilayah terpencil. Di satu sisi, ini berdampak positif karena mendorong ekonomi serta membuka opsi masyarakat untuk membeli berbagai keperluan di gerai tersebut. Sisi negatifnya adalah pelapak seperti warung mulai tergeser dan kehilangan pembeli.
Hal itulah yang kemudian membuat Kota Blitar tidak mengizinkan gerai ritel modern masuk. “Pokoknya yang serba “mart” tidak diizinkan berbisnis di Blitar. Kalau mereka datang semua aspek penyangga ekonomi seperti pedagang kaki lima akan dilibas habis. Ekonomi rakyat tidak berkembang dan kami pemerintah daerah ingin tetap melindungi pasar tradisional,” ujar Walikota Blitar Samanhudi Anwar di Jakarta pada Rabu (15/6/2016).
Kota Blitar selama ini memang sedang mencoba membangun kotanya sebagai destinasi pariwisata. Tidak ada kekayaan alam yang bisa dimanfaatkan di sana membuat pemerintah daerah sangat berharap di sektor ini. Sebagai salah satu penyangganya, pengusaha kecil seperti pedagang kaki lima dilindungi agar ketika pariwisata berkembang mereka bisa menikmati efek positifnya dari sisi ekonomi.
Tapi, bukan berarti pemerintah Blitar sepenuhnya menutup pintu investor ritel tersebut. Ia berjanji akan memberi peluang masuk tapi itu pun dengan perhitungan setelah pemerintah Blitar menimbang banyak hal, termasuk perkembangan ekonomi secara makro.
Untuk mendorong perkembangan pariwisata di kotanya, Anwar saat ini giat membangun Blitar dari sisi lingkungan agar punya daya jual. Pengadaan ruang terbuka hijau untuk publik adalah salah satunya. Saat ini Anwar mengatakan bahwa hal itu mulai terpenuhi dengan keberadaan alun-alun Kota Blitar.
“Kami juga punya tempat wisata Kebon Rojo. Di sana, sudah ada 600 jenis pohon dengan 200 jenis aneka satwa,” klaim Anwar.
Editor: Sigit Kurniawan