Antara Hedonia dan Eudaimonia, Mana yang Lebih Membuat Bahagia?

marketeers article
Ilustrasi Foto: 123RF

Setiap orang pasti ingin merasa bahagia dalam hidupnya. Cara menemukan kebahagiaan itu pun beragam, mengingat makna bahagia sendiri sangatlah subjektif, di mana bergantung pada standar, persepsi, dan pengalaman masing-masing individu. Dalam hal ini, dikenal istilah hedonia dan eudaimonia, Apa itu?

Dosen Psikologi Universitas Airlangga Kartika Amelia Arbi, menyebut ada dua pendekatan dalam menemukan kebahagiaan: hedonia dan eudaimonia. “Hedonia terwujud dengan melakukan hal baik dan menyenangkan, sedangkan eudaimonia berasal dari pencarian atas kebaikan serta makna kehidupan,” jelasnya, dikutip dari unair.ac.id, Selasa (12/9/2023).

Lebih lanjut, filsuf yang menggeluti kebahagiaan, David Phillips, menjelaskan hedonia lebih menekankan pada asumsi bahwa individu didorong untuk mencapai kebebasan pribadi. Fokusnya ialah integritas individu dan penilaian diri sendiri atas apa yang membuatnya bahagia.

Sebaliknya, eudaimonia berangkat dari konsep Aristoteles mengenai hidup yang baik dan keadilan. Dengan tujuan, menjadikan manusia mencapai kepenuhannya, berkontribusi pada masyarakat, serta mencapai standar tertinggi moralitas.

Melihat Kebahagiaan dari Prinsip Hedonia

Tumanggor dalam Perbedaan antara Pendekatan Hedonis dan Eudaimonis atas Quality of Life: Kajian Filosofis (2016) menjelaskan bahwa konsep hedonia berangkat dari pandangan seorang filsuf bernama Aristippos.

Ia berpendapat bahwa tujuan hidup manusia adalah mengalami sebanyak mungkin kesenangan dan kenikmatan. Pandangan ini lantas dikembangkan oleh Epikuros, yang memandang kesenangan sebagai tujuan hidup manusia.

BACA JUGA: 5 Kesalahan yang Sering Dilakukan Brand Manager dalam Strategi Branding

Filsuf lainnya, Hobbes, berpendapat bahwa kebahagiaan terletak pada pengejaran sukses atas kebutuhan manusiawi. Adapun filsuf Locke menyebut ‘baik’ segala yang mendatangkan kesenangan, dan ‘jahat’ bila menimbulkan ketidaksenangan.

Sementara Bentham mengatakan kebahagiaan akan tercapai jika manusia meraih kesenangan dan bebas dari kesusahan. Sebab itulah, well-being serta happiness dalam perspektif hedonis diungkapkan dengan bentuk kesenangan badaniah, hingga kepentingan pribadi.

Dengan kata lain, well-being dan happiness dipahami sebagai kesenangan, kenikmatan, kepuasan, serta tidak ada rasa sakit. Semua aspek ini berpusat pada “memperoleh” dan “mengonsumsi” apa yang diinginkan.

Makna Kebahagiaan dari Perspektif Eudaimonia

Pandangan eudaimonia mengajarkan bahwa kebahagiaan sejati ditemukan dengan “melakukan apa yang pantas dilakukan.” Dalam perspektif ini, tak semua keinginan pribadi dianggap bernilai menghasilkan well-being, sekali pun itu mendatangkan kesenangan.

BACA JUGA: Tiga Langkah Untuk Menjaga Mood Investor

Konsep eudaimonia atas well-being mengajak manusia untuk hidup sejalan dengan ‘daimon’ mereka (diri yang benar). Eudaimonia tercapai ketika aktivitas manusia selaras dengan nilai-nilai yang dianut dalam kehidupan.

Mengacu paham Aristoteles, well-being dan happiness tak hanya sebatas meraih kesenangan dan kenikmatan. Melainkan, memperjuangkan kesempurnaan yang menghadirkan perwujudan dari potensi seseorang.

Dengan kata lain, well-being dan happiness dalam perspektif psikologis dengan pendekatan eudaimonia dipahami sebagai makna atau nilai dari pertumbuhan pribadi, realisasi diri, kematangan, kualitas, otentisitas, serta otonomi.

Demikianlah penjelasan mengenai dua cara menemukan kebahagiaan. Jadi, prinsip mana yang lebih membuat Anda bahagia?

Editor: Muhammad Perkasa Al Hafiz

Related

award
SPSAwArDS