Field Marketing adalah strategi yang menjadi perpanjangan tangan dari brand atau produk di wilayah geografis atau channel distribusi tertentu. Bisa dibilang, field marketing menjadi bidang marketing yang menuntut kemampuan yang komplet.
Lokalisasi adalah tantangan tersendiri bagi field marketing. Pasalnya, field marketer didorong untuk bisa merancang eksekusi yang mengena di hati pelanggan lokal namun tetap selaras dengan strategi besar yang diputuskan kantor pusat.
Sebab itu, perusahaan memberikan bisa memberikan kebebasan kepada field marketer untuk bisa merancang kegiatan promosi, distribusi, dan local branding-nya sendiri.
Apa pekerjaan field marketing?
Area ini menjadi tempat bertemunya strategi dan eksekusi marketing. Sebab itu, seorang field marketeer harus menguasai konsep marketing sekaligus lihai melakukan eksekusi praktisnya di lapangan.
Pakar pemasaran Hermawan Kartajaya di dalam buku “Boosting Field Marketing Performance – from strategy to execution”, mendefinisikan field marketer sebagai enabler for implementation. Field marketer bertugas mengimplementasikan visi, misi, strategi, dan taktik dari brand di lapangan.
Fungsi Field Marketing
Secara terperinci, field marketing memiliki delapan fungsi, yakni pertama, perpanjangan tangan pemilik brand/produk di wilayah geografis atau channel distribusi tertentu. Kedua, sebagai deployment dari tugas pengembangan brand di daerah/wilayah tertentu.
Ketiga, sebagai pelaksana integrated marketing communication (IMC) secara efektif dan efisien di wilayahnya. Keempat, memastikan brand dan product strategy yang disusun dapat diterapkan secara optimal di wilayah tanggung jawabnya. Kelima, menjaga dan menjamin tercapainya target penjualan, pangsa pasar, dan dominasi pasar.
Keenam, field marketer sebagai partner sales/distribution. Ketujuh, field marketer sebagai relationship agent terhadap stakeholder di wilayah tanggung jawabnya. Kedelapan, IT backbone to integrate.
BACA JUGA: Cara Salesperson Punya Aura Pemimpin, Cermati 6 Aspek Ini
“Anda bisa menggunakan delapan peran ini sebagai Key Performance Indicator (KPI) untuk menilai efektivitas kerja para field marketer,” papar Hermawan.
Agar bisa mencetak kinerja field marketing yang maksimal, field marketer harus mempunyai bekal konsep marketing yang kuat. Tidak harus menguasai konsep yang terlalu teoretis dan detail, namun cukup mengenal toolkit-toolkit yang praktis dan mudah dipakai sebagai pedoman eksekusi di lapangan.
Di sini, Hermawan juga menyediakan lima buah toolkit yang bersumber dari core model yang ia kembangkan, yakni Sembilan Elemen Marketing.
5 toolkit untuk field marketing
Toolkit Segmentasi dan Targeting
Toolkit Segmentasi dan Targeting adalah busur dua sumbu Behavior dan Psychographic. Komponen sumbu Psychographic adalah Quality, Price, dan Value, sedangkan komponen sumbu Behavior adalah Tradisional dan Modern.
Toolkit ini memasang tujuan agar field marketer dapat memahami pasar, memilih segmen yang tepat, hingga memprioritaskan sumber dayanya pada segmen terpilih sehingga produktivitas meningkat.
Ada tiga acuan yang dapat dijadikan ukuran bagi field marketer untuk mengukur menarik-tidaknya sebuah segmen, yakni market size, market growth, dan tingkat kompetisinya.
Toolkit Marketing Mix
Toolkit Marketing Mix merupakan dasar untuk membuat Marketing Battle Plan. Metode ini untuk mengungguli pesaing dengan cara mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan pesaing relatif terhadap kekuatan dan kelemahan perusahaan. Merek dapat memakai Marketing Mix sebagai senjatanya.
Dalam eksekusi, setiap pergerakan harus direncanakan secara matang dan disesuaikan dengan sumber daya yang dimiliki, yang secara relatif diukur terhadap kekuatan pesaing.
Untuk marketing battle plan, mengutip pemikiran Al Ries dan Jack Trout, ada empat strategi perang marketing yang dapat dikerahkan, yakni Defensive, Offensive Attack, Flanking Attack, atau Guerrilla Attack.
BACA JUGA: Kenali 4 Strategi Marketing Warfare, Jangan Sampai Senjata Makan Tuan!
Secara umum, ada empat hal yang harus dilakukan sebelum membuat Marketing Battle Plan. Pertama, menetapkan jumlah segmen pasar yang dimasuki. Kedua, mencari tahu siapa saja yang menjadi pesaing di setiap segmen dan sejauh mana kekuatan posisi merek di segmen tersebut. Apakah sebagai pemimpin pasar, follower pertama, kedua, ketiga, dan seterusnya.
Ketiga, menentukan komposisi Marketing Mix yang akan digunakan untuk menghadapi pesaing, berupa apa produknya, berapa harganya, apa pendekatan promosi yang akan dipakai, dan berapa banyak channel yang akan dipakai. Keempat, mengukur sumber daya yang akan dipakai dan pengalokasiannya.
Toolkit Selling
Field marketer biasanya dibekali dengan konsep teknikal, seperti territory management dan time management jika bicara penjualan. Di toolkit selling, pembahasan penjualannya lebih strategis dan jarang disentuh oleh salesman di industri business-to-customer (B2C), yaitu customer-focused selling.
Toolkit Selling dapat memanfaatkan konsep Customer-Focused Selling, sebuah konsep selling yang mengajak salesman untuk melihat aktivitas selling dari kacamata pelanggan, memahami segala masalah dan ketakutannya, kemudian memposisikan diri sebagai partner yang menemani pelanggan melalui tahapan Buy-Learning-nya.
Konsep ini dikembangkan Kevin Davis dalam bukunya berjudul “Getting Into Your Customer’s Head: 8 Secret Roles of Selling Your Competitors Don’t Know”. Menurutnya, kegagalan menjual sering kali terjadi karena salesman tidak menyelami perkembangan pola pikir pelanggan dan perkembangan emosi pelanggan. Salesman cenderung. menjual dengan “kacamata kuda”, tidak melihat situasi dan kondisi pelanggan lebih dulu saat menawarkan produk.
Sebelum menjual, hendaknya salesman memahami empat tahap Buy-Learning Process yang dilalui pelanggan ketika membeli sebuah produk, yaitu menentukan kebutuhan (need), menemukan solusi yang paling tepat atas kebutuhannya (learn), membeli (buy), dan terakhir mengevaluasi hasilnya (value).
Toolkit Service
Toolkit ini berisi Lima Langkah Membangun Customer Experience dari Gary W. Millet dan Blaine Millet. Field marketer bisa menciptakan customer experience yang merupakan servis tingkat tiga. Toolkit ini sangat ampuh menjadi pedoman bagi para field manager di saat merancang kegiatan promosi terutama yang berbentuk below the line (BTL).
Toolkit Process
Toolkit ini untuk mengelola Process. Larry Bossidy dan Ram Charan dalam bukunya, “The Execution: The Discipline of Getting Thing Done“, mengatakan secara eksplisit bahwa kunci sukses proses eksekusi terletak pada seiauh mana perusahaan mampu mendesain strategi yang paling tepat (strategy), menjalankan operasionalnya dengan benar (operations), dan mampu mengelola sumber daya manusianya (people).
Namun dari ketiga hal ini, yang paling penting dan berpengaruh adalah manusia. Setelah diteliti, diketahui bahwa kegagalan perusahaan-perusahan di Amerika Serikat teriadi bukan karena strategi yang disusun tidak tepat, namun lebih karena eksekusinya yang tidak benar. Bad execution, not bad strategy, is the cause of 70% of CEO failures!’
Bagaimana dengan perusahaan Anda, apakah sudah saatnya membenahi field marketing agar penjualan semakin moncer?