Tak dipungkiri, industri rokok masih memegang peran penting bagi perekonomian Indonesia. Sektor ini berdasarkan data Kementerian Perindustrian menyerap tujuh juta tenaga kerja petani. Sayangnya, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan industri jumlah industri rokok belakangan terus menurun. Lantas, apa upaya yang dilakukan untuk menangani hal ini?
Menurut Airlangga, penurunan jumlah industri rokok terjadi lantaran sektor Industri Kecil dan Menengah (IKM) yang tidah bertumbuh. “Jumlah industrinya terus turun. Salah satu alasannya adalah sektor IKM-nya tidak tumbuh karena dia harus bermitra dengan yang besar,” jelas Airlangga di Tangerang, Kamis (22/11/2018).
Airlangga menilai, selama ini industri rokok skala kecil dan menengah sebenarnya sudah mampu menghasilkan produksi yang relatif baik. Misalnya, dalam klasifikasi, industri rokok dikatakan kecil jika produksinya sekitar 300-500 juta batang rokok.
“Tetapi, kalau 500 juta batang bagi industri rokok, skalanya tidak kecil juga. Kalau 500 juta batang itu satu batangnya Rp 1.000, dia sudah dapat Rp 500 miliar. Jadi, kalau harus bermitra lagi dengan industri yang sudah di atas 50 miliar batang, itu kan menghambat industri kecilnya tidak bisa tumbuh,” imbuh Airlangga.
Hal ini dinyatakan Airlangga menjadi salah satu alasan pemerintah mengeluarkan industri rokok dari Daftar Negatif Investasi (DNI). Dalam DNI yang telah direvisi, industri rokok kretek, rokok putih, dan rokok lainnya masuk dalam kategori sektor yang terbuka untuk penanaman modal dalam negeri maupun asing. “Artinya, tak hanya investor asing yang bisa masuk ke industri ini, tetapi juga bisa oleh investor dalam negeri,” jelasnya.
Tarif Cukai
Persoalan tarif cukai juga menjadi persoalan yang tak lepas dari pertumbuhan indsutri rokok. Usai membatalkan pemberlakuan PMK No.146 Tahun 2017, diharapkan cara ini dapat mendorong pertumbuhan industri rokok yang lebih baik. Alasannya, aturan yang membahas mengenai Tarif Cukai Hasil Tembakau ini berakibat pada harga rokok yang tidak jadi naik
Pada tahun 2017, penerimaan cukai dari sektor industri hasil tembakau mencapai Rp 147,7 triliun, meningkat 7,1% dibanding 2016 sebesar Rp 137,9 triliun. Selanjutnya, pada tahun 2016, nilai ekspor rokok menembus US$ 784 juta, meningkat menjaadi US$ 866 juta pada tahun 2017.
Editor: Sigit Kurniawan