Apa yang Bisa Sekolah Lakukan untuk Dukung Kesehatan Mental Siswa?
Kesehatan mental kian mendapatkan perhatian khusus dari tahun ke tahun. Terlebih lagi, laporan UNICEF bertajuk The State of the World’s Children 2021: On My Mind: promoting, protecting, and caring for children’s mental health mengungkap satu dari tujuh remaja berusia 10-19 tahun menderita penyakit mental.
Kasus penyakit mental itu misalnya saja burnout atau anxiety. Hal ini diduga merupakan dampak dari pandemi COVID-19 yang meningkatkan durasi fokus tetapi komunikasi tatap muka berkurang. Keduanya dapat memengaruhi keadaan kesehatan mental siswa maupun guru.
“Ketidakpastian di tengah pandemi menjadi salah satu sumber gangguan pada kesehatan mental. Beberapa siswa sudah menderita rasa cemas yang melelahkan dengan adanya tekanan dari sekolah. Selain itu, beberapa siswa lebih rentan daripada yang lain terhadap pengaruh guru, orang tua, atau teman sebaya,” ujar Paul Ellis, Kepala Pengajaran & Pembelajaran Cambridge Assessment International Education.
Peran keluarga di rumah memang cukup penting dalam memotivasi siswa sambil menunjukkan kasih sayang serta pengertian ketika menghadapi masa sulit. Tidak diragukan lagi beberapa masalah kesehatan mental memerlukan bantuan medis profesional.
Akan tetapi, sekolah dapat mempertimbangkan intervensi dini untuk mengurangi gangguan kesehatan mental seperti kecemasan dalam kehidupan sehari-hari siswanya. Lalu, apa yang bisa dilakukan pihak sekolah?
Konseling
Siswa mungkin menghadapi kesulitan di rumah atau merasa membutuhkan seseorang untuk diajak bicara. Karena itu, penting untuk membentuk program konseling atau Bimbingan Konseling (BK) dengan konselor dan Psikolog.
Sekolah juga dapat mengintegrasikan kegiatan Pengembangan Pribadi dalam jadwal siswa yang mana mereka dapat mendorong siswa untuk berdiskusi dengan konselor. Dengan demikian, mereka bisa membuat kondisi kesehatan mental mereka menjadi lebih stabil.
Mentoring
Beberapa siswa mungkin merasa mereka tidak berkembang dan membutuhkan bimbingan individu dari guru. Di sinilah guru dapat memainkan peran penting sebagai mentor.
Di sekolah, siswa dapat memilih guru untuk menjadi mentor dari kelompok siswa yang terdiri dari tiga orang untuk melakukan sesi diskusi. Dalam pertemuan tersebut, guru dapat menggali lebih dalam untuk memahami kesulitan atau tantangan yang dihadapi siswa saat ini.
Hal ini penting untuk membuat kesehatan mental siswa terjaga. Pasalnya, mereka bisa merasa lebih diperhatikan dan didukung.
Klub Hobi atau Ekstrakulikuler
Sekolah dapat menyeimbangkan kegiatan akademik dan non-akademik agar siswa dapat melepaskan stres sekaligus mengekspresikan perasaannya. Siswa juga didorong untuk terlibat dalam perencanaan kegiatan.
Editor: Ranto Rajagukguk