Pada era dulu, membeli barang bekas berarti kita harus masuk ke dalam pasar atau lapak-lapak di pinggir jalan. Biasanya, kita pun harus menahan terik panas matahari dan pengapnya selasar pasar. Selain itu, kita harus jeli melihat barang-barang yang ada karena tidak semua barang di sana berkualitas.
Saat ini, membeli barang bekas bisa dilakukan di dalam rumah atau tempat-tempat yang nyaman lainnya. Bahkan, beberapa barang fesyen bermerek yang dulu hanya bisa ditemukan di butik-butik mewah kota besar sekarang bisa ditemukan hanya dengan sentuhan jari.
Masyarakat Indonesia kini sudah memiliki persepsi yang berbeda terkait dengan barang bekas atau yang kini akrab disebut sebagai preloved. “Semakin banyak orang paham kalau preloved itu bukan barang bekas. Itu adalah high quality produk yang bisa dibeli dengan harga yang terjangkau,” ujar Samira Shihab CEO Tinkerlust.
Masyarakat saat ini semakin menerima barang-barang preloved. Bahkan, mereka rela untuk antre datang ke bazaar yang menghadirkan barang-brang preloved. Bagi Samira, masyarakat saat ini amat mengapresiasi kualitas sebuah produk meskipun tergolong preloved. Tinkerlust merupakan online commerce yang khusus menjual barang preloved fesyen branded.
Beberapa dari masyarakat menganggap bahwa membeli barang dengan nama brand besar merupakan sebuah investasi. Alasannya, barang tersebut akan dicari-cari asal kualitasnya memang tinggi.
“Misalnya, tas Channel yang mana harganya justru bisa semakin naik,” tambah Samira.
Selain Tinkerlust, saat ini di Indonesia telah hadir layanan serupa seperti Carousell dan Reebonz. Setelah dua tahun beroperasi, kini Tinkerlust sudah memiliki ribuan penjual, ribuan branded items, serta lebih dari 2000 merek fashion ternama mulai dari Zara hingga Hermes.
Bagi Samira, melalui Tinkerlust, penjual dengan mudah dapat menjual barangnya dan memiliki akses ke personal dashboard untuk melakukan penjadwalan pengambilan barang, memperbaiki harga barang, dan memantau penjualan barang.
Editor: Sigit Kurniawan