Atasi Kecanduan Media Sosial dengan Dopamine Detox, Begini Caranya

marketeers article
Ilustrasi (Foto: 123rf)

Apakah Anda merasa sering terjebak dalam kebiasaan scrolling media sosial tanpa henti atau bermain video game secara berlebihan? Jika demikian, metode dopamine detox mungkin bisa membantu Anda untuk lebih mengontrol kebiasaan ini.

Hello Sehat mendefinisikan dopamine detox sebagai cara untuk menahan diri dari aktivitas yang memicu kesenangan berlebihan. Metode ini ditujukan untuk mengelola kebiasaan lebih baik dan meningkatkan produktivitas.

Durasi dopamine detox dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan tingkat ketergantungan Anda. Adapun langkah-langkah untuk memulainya adalah sebagai berikut:

BACA JUGA: Cara Menyembuhkan Inner Child Tanpa Melibatkan Konsumerisme

Identifikasi Kebiasaan

Tentukan aktivitas yang dirasa menghambat produktivitas atau memicu ketergantungan, seperti penggunaan media sosial yang berlebihan atau konsumsi makanan manis saat emosi. Dengan fokus pada satu atau dua kebiasaan, Anda akan lebih mudah menjalani detoksifikasi.

Lakukan secara Bertahap

Tak perlu langsung membatasi sepenuhnya, melainkan cukup mulai dengan mengurangi durasi atau frekuensi dari kebiasaan yang ingin diubah secara bertahap. Misalnya saja, batasilah waktu bermain media sosial selama satu jam sehari dan lihat bagaimana perasaan Anda.

BACA JUGA: Jadi Tren Baru, Ini Manfaat Minum Jahe Setiap Pagi untuk Kesehatan

Cari Aktivitas Positif

Temukan kegiatan yang bisa menggantikan kebiasaan lama dan memberi manfaat lebih, seperti berjalan-jalan, membaca buku, atau mencoba hobi baru. Aktivitas ini masih akan merangsang dopamin, namun pada kadar yang lebih seimbang dan sehat bagi otak.

Catat Perkembangan dan Perubahan

Mencatat kemajuan dalam jurnal bisa membantu Anda melihat dampak dari dopamine detox dan mengevaluasi apa yang perlu diperbaiki. Catatan ini juga bisa menjadi motivasi tambahan untuk terus berusaha memperbaiki kebiasaan.

Itulah cara melakukan dopamine detox untuk mengurangi kecanduan media sosial yang mulai mengganggu keseharian. Jika kebiasaan tersebut berada pada level kompleks, pertimbangkan untuk mencari bantuan profesional seperti psikolog atau psikiater.

Editor: Ranto Rajagukguk

Related

award
SPSAwArDS