AXA Mandiri: Ketika Berinvestasi Jangan 100% Percaya Pada Fund Manager

marketeers article
49042569 business, people, finances and money saving concept businessman with piggy bank and coins at office

Merencanakan sebuah investasi keuangan untuk masa depan merupakan aktivitas yang bisa dibilang cukup menantang. Tidak banyak masyarakat yang punya dana menganggur atau disposable income namun mengerti penuh instrumen investasi apa saja yang tepat untuk memutarkan uang mereka. Dari sini, muncul profesi financial planner dan fund manager.

Keduanya memiliki peran yang berbeda. Jika financial planner bertugas melakukan alokasi terhadap dana yang dimiliki investor, fund manager bertugas mengurus Fund. Menurut situs literasi keuangan QM Financial, Fund Manager, bertugas akan mengurus dana investor yang telah terkumpul untuk ditempatkan ke berbagai instrumen investasi.

Fund manager harus mengamati pergerakan pasar – dibantu oleh Research Analyst. Fund manager akan menyusun strategi investasi yang tepat demi mencapai target hasil investasi yang diinginkan. Contoh produk yang dikelola adalah reksa dana.

Sementara itu, seorang financial planner membuat asumsi target hasil investasi rata-rata untuk memperkirakan besarnya investasi yang perlu dilakukan oleh investor. Financial Planner juga harus melakukan monitoring atas kinerja reksa dana agar dapat digunakan dalam sebuah Financial Plan. Singkat kata, financial planner adalah seorang perencana. Sementara, fund manager adalah eksekutornya.

Meski begitu, AXA Mandiri sebagai salah satu penyedia instrumen investasi -khususnya produk asuransi menyarankan masyarakat untuk tidak 100% percaya kepada fund manager. “Kita harus harus tahu profil investasi kita apa. Apakah kita termasuk investor yang agresif, konservatif atau defensif. Karena seorang manajer hanya akan memutuskan investasi yang profitnya paling besar untuk mereka,” ujar Investmen Expert AXA Mandiri Edhi Santoso Widjojo di Jakarta.

Selain itu, seorang harus melek akan kondisi ekonomi negara dan global secara luas. Faktor-faktor seperti nilai tukar rupiah terhadap dolar, suku bunga di Indonesia juga di dunia -umumnya melihat suku bunga The FED (Bank Sentral Amerika Serikat), dan kondisi ekonomi negeri ini. Meski begitu, Edhi menyebutkan, kondisi ini umumnya bersifat temporer atau sementara.

“Sebab itu, seorang investor harus memiliki diversifikasi instrumen investasi. Tujuannya, ketika satu investasi tengah turun, investasi yang lain bisa saja meningkat. Semakin beragam investasi yang dimiliki, akan semakin berisiko rendah,” tutup Edhi.

Editor: Sigit Kurniawan

Related