Ayers: Bursa Saham Indonesia Akan Menyamai Hong Kong

marketeers article

Di tengah usianya yang telah menginjak 104 tahun, jumlah investor di Bursa Efek Indonesia (BEI) memang terbilang memprihatinkan. Menurut data Kustodian Sentra Efek Indonesia (KSEI) per Maret 2018, jumlah investor investor di Indonesia mencapai 1,21 single investor identification (SID), atau hanya 0,5% dibandingkan populasi Indonesia. Mereka berinvestasi di berbagai instrumen, seperti saham, surat utang, reksa dana, surat berharga negara, dan sebagainya. Padahal jumlah manajer investasi yang ada di Indonesia mencapai 90 perusahaan.

“Persaingan memang ketat. Namun, kompetisi menunjukkan bahwa ada prospek dan harapan,” kata Mike Leung, Commissioner Ayers Asia Asset Management.

Hal itulah yang menjadi alasan mengapa Ayers masuk ke Indonesia. Besarnya penduduk di Indonesia, penetrasi reksa dana yang rendah, potensi yang besar, hingga perekonomian yang stabil menjadi alasan mereka. Bahkan, Ayers melihat kebijakan tax amnesty akan membuka peluang masuknya aliran dana panas (hot money) ke negeri ini. “Kami melihat kesempatan itu, dan sekarang merupakan waktu yang tepat bagi kami. Ini adalah waktu yang tepat membangun network dan brand,” kata Mike.

Ayers sendiri berawal dari Australia, sekitar sembilan tahun lalu. Setelah bisa membuktikan eksistensinya di Negeri Kanguru itu, Ayers mencoba peruntungannya di berbagai negara lain, seperti Hong Kong hingga Taiwan. Mereka pun mengklaim memiliki jaringan di Inggris dan Jepang.

Ayers melihat, bursa saham Hong Kong pernah mengalami siklus yang sama dengan Indonesia. Sekitar 30 tahun lalu, edukasi masyarakat Hong Kong terhadap dunia saham juga masih sangat rendah. Namun, kondisi itu berbalik ketika mereka sadar untuk mendapatkan penghasilan tambahan dari bursa saham. “Semua orang ingin mendapatkan extra money,” kata Joseph.

Apalagi, perekonomian Hong Kong terus mengalami peningkatan sehingga membuat harga barang di sana menjadi mahal, khususnya properti. Sehingga, masyarakat Hong Kong tidak bisa lagi mengandalkan imbal hasil dari dunia perbankan. Menurut perkiraan Ayers, setidaknya 60% dari warga negara Hong Kong telah berinvestasi di bursa saham, baik secara langsung, reksa dana atau produk lainnya. Angka itu mungkin saja masuk akal, mengingat bursa saham Hong Kong saat ini merupakan bursa saham terbesar ke-6 di dunia berdasarkan kapitalisasi pasar. “Dan, ketika perekonomian Indonesia terus terjaga, maka bursa saham akan menjadi tujuan. Cepat atau lambat, bursa saham Indonesia akan sama dengan Hong Kong,” kata Mike.

Related

award
SPSAwArDS