B40 Diproduksi 1 Januari 2025, Proyeksi Serapan Capai 15,6 Juta Kiloliter
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan program bauran bahan bakar biodiesel 40% (B40) bakal diproduksi massal mulai 1 Januari 2025. Bahan bakar ramah lingkungan ini diproyeksikan bisa menyerap kebutuhan sebesar 15,6 juta kiloliter per tahun.
Yuliot, Wakil Menteri ESDM menjelaskan, program B40 merupakan bagian dari upaya mencapai ketahanan energi sekaligus mendukung Indonesia hijau dan berkelanjutan. Langkah ini sejalan dengan Asta Cita Presiden Prabowo Subianto yang menetapkan ketahanan pangan dan energi sebagai prioritas nasional.
Yuliot memastikan kesiapan pelaksanaan program B40 dapat berjalan dengan baik. “Kami dengan tim turun mengecek kesiapan implementasi B40 yang akan dimulai pada 1 Januari 2025. Menteri ESDM telah menetapkan keputusan terkait implementasi ini, dan kami sudah melihat sendiri kesiapan dari sisi industri fatty acid methyl ester atau FAME sebagai bahan bakar nabati,” ujar Yuliot melalui keterangan resmi, Senin (30/12/2024).
BACA JUGA: Program Biodiesel RI Hemat Devisa Rp 123,1 Triliun pada 2023
Menurutnya, kebutuhan akan biodiesel mencakup distribusinya ke seluruh Indonesia, sehingga kesiapan dari sisi bahan baku dan rantai pasok menjadi prioritas utama. Kementerian ESDM juga terbuka terhadap masukan dari berbagai badan usaha untuk memastikan kelancaran implementasi B40.
Yuliot menyebut, tantangan dalam penerapan B40 tidak hanya terkait dengan ketersediaan bahan baku, tetapi juga kondisi geografis yang beragam di Indonesia. Sehingga dia mengharapkan masukan dari PT Pertamina Patra Niaga maupun badan usaha lain terkait tantangan implementasi B40.
“Misalnya, wilayah seperti Dumai yang relatif panas, atau daerah dataran tinggi dengan suhu lebih dingin, apakah ada impact yang perlu disiapkan baik oleh Pertamina maupun badan usaha bahan bakar minyak atau BBM yang akan melaksanakan mandatori B40,” ujarnya.
Didik Bahagia, Direktur Operasi PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) mengatakan, PT Pertamina (Persero) telah menyiapkan dua kilang utama untuk mendukung produksi B40. Kedua kilang tersebut yakni Refinery Unit III Plaju di Palembang dan Refinery Unit VII Kasim di Papua.
BACA JUGA: Produk Turunan Sawit Hasilkan Rp 775 Triliun per Tahun
Selain itu, pencampuran bahan bakar solar dengan bahan bakar nabati akan dilakukan oleh Pertamina Patra Niaga.
“Pada dasarnya, kilang kami rata-rata memproduksi bahan bakar B0, dan insya Allah siap untuk memproduksi B40. Kilang yang akan memproduksi B40 adalah RU III Plaju dan RU VII Kasim, sementara blending-nya dilakukan oleh Patra Niaga,” ujar Didik Bahagia.
Selain B40, Pertamina juga telah berhasil memproduksi bioavtur atau Sustainable Aviation Fuel (SAF) dengan campuran 2,4% bahan bakar berbasis sawit. Produksi ini dilakukan di Green Refinery Kilang Cilacap melalui metode co-processing.
“Kapasitas pengolahan bioavtur saat ini mencapai 9.000 barel per hari, dengan bahan baku dari produk turunan kelapa sawit, yaitu refined bleached Ddeodorized palm kernel oil atau RBDPKO. Uji coba telah dilakukan menggunakan pesawat Garuda Indonesia Boeing 737-800 untuk rute Jakarta-Solo pulang pergi,” jelasnya.