Air dan kemasan adalah isu yang sangat berkaitan dengan bisnis Aqua sebagai penyedia air minum. Maka itu, inisiatif keberlanjutan yang dilakukan Aqua tidak akan jauh dari dua hal tersebut.
Sejak berdiri pada tahun 1973, perkembangan insiatif program keberlanjutan Aqua mengalami evolusi dari masa ke masa. Di awal kehadirannya, pionir Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) itu masih fokus pada model filantrofi, yaitu dengan mendukung aktivitas olahraga bulu tangkis nasional. Maklum saja, Pendiri Aqua Tirto Utomo adalah salah satu pengurus pusat Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI).
Seiring berjalannya waktu, pada tahun 1993, Aqua meluncurkan inisiatif terkait program Aqua Peduli. Inisiatif itu dilakukan sebagai salah satu kontribusi aqua terhadap lingkungan, yaitu dengan mengurangi risiko kemasan pada setiap produksi Aqua.
Pada waktu itu, Aqua bekerja sama dengan para distributor dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), mengumpulkan kembali plastik yang ada di pasar, untuk selanjutnya diolah menjadi polyester. Hasilnya pun dieskpor ke Tiongkok dan Thailand.
Secara bertahap, inisiatif keberlanjutan Aqua berkembang ke arah community development. Fokus awal terletak pada memperkuat kemandirian ekonomi masyarakat yang berada di sekitar pabrik Aqua beroperasi.
Selanjutnya, pada tahun 2006, inisatif tersebut lebih terstruktur dengan menciptakan satu payung strategi keberlanjutan yang dinamai Aqua Lestari. Ada empat pilar utama strategi Aqua Lestari, yaitu Pelestarian Air dan Lingkungan, Praktik Perusahaan Ramah Lingkungan, Pengelolaan Distribusi Produk, Pelibatan dan Pemberdayaan Masyarakat.
“Strategi keberlanjutan itu kami reframe agar sejalan dengan visi global Danone 2020 yang fokus pada empat hal, yaitu air, iklim, kemasan, dan agrikultur,” kata Karyanto Wibowo, Sustainable Development Director PT Tirta Investama (Danone Aqua).
Karyanto mengatakan, setiap inisiatif Aqua selalu memiliki ambisi dan tujuan. Untuk masalah air, misalnya, pihaknya menciptakan program water restore ecosystem yang memiliki empat sasaran. Pertama, memproteksi dan memperbaiki ekosistem air di setiap daerah operasional Aqua.
Kedua, berupaya melakukan optimalisasi pemakaian air untuk produksi Aqua. Ketiga, mengembalikan limbah pabrik bersih ke alam, dan keempat memberikan akses air kepada komunitas setempat (water sharing).
Dalam upaya memperbaiki dan memproteksi ekosistem air, Aqua melakukan berbagai program berkelanjutan di Daerah Aliran Sungai (DAS), meliputi hulu, tengah, dan hilir. Di hulu, Aqua bersama masyarakat sekitar aktif melakukan penanaman pohon dan biopori untuk memperbarui serapan air ke dalam tanah.
Di area tengah, perusahaan berusaha mengurangi cemaran air dan menginisiasi pertanian organik di sekitar pabrik. Kemudian, di hilir, Aqua menggelontorkan program inisiatif bank sampah.
“Di pabrik sendiri, kami berusaha mengurangi pemakaian air yang digunakan untuk memproduksi AMDK. Sejak tahun 2008, jumlah air yang digunakan menurun 60%. Target tahun 2020 adalah 1:1,16 atau setiap satu liter AMDK membutuhkan 1,16 liter air,” ujar Karyanto.
Pasalnya, sebelum tahun 2008, Aqua menggunakan kurang lebih 40% air lebih banyak. Sehingga, water footprint yang dihasilkan cukup signifikan. “Kami selalu berusaha untuk menurunkan pemakaian air,” terangnya.
Sedangkan untuk program water sharing, pihaknya berupaya untuk memberikan akses air bersih kepada masyarakat. Di seluruh 18 pabrik Aqua yang terletak di 18 kabupaten, inisiatif water sharing telah menyentuh lebih dari 133.000 penduduk.
Pada kenyataannya, tidak semua pabrik bisa menjalankan seluruh inisiatif yang tertuang dalam empat pilar Aqua Lestari itu. Ini disebabkan oleh lokasi pabrik Aqua bervariasi. Ada beberapa pabrik yang dialiri aliran sungai, adapula yang tidak.
“Misalnya, pabrik di Citeurep yang mengambil air dari pabrik di Lido. Jadi, inisiatif water restore ecosystem, kami lakukan di Lido,” ungkapnya.
Bahan baku lain yang digunakan Aqua adalah plastik. Setiap tahunnya, Aqua menggunakan lebih dari tujuh juta kemasan berbagai ukuran. Berbagai cara pun dilakukan untuk mengurangi penggunaan plastik, seperti tidak lagi menggunakan segel plastik dan memanfaatkan ulang galon lebih dari 30%. Sedangkan, seluruh kardus kemasan memakan bahan daur ulang.
Editor: Sigit Kurniawan