Merek harus mengikuti perkembangan media sosial agar bisa memanfaatkannya dengan maksimal. Selain harus melakukan targeting, merek harus bisa memanfaatkan momen ketika akan merilis sebuah kampanye marketing.
Di tengah usianya yang tak lagi muda, Aqua terus menselaraskan mereknya dengan perkembangan media sosial. Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) milik Danone itu semakin serius menggarap kanal di media sosial sejak tahun 2011. Sebagai merek masif, kemunculan Aqua di jagat media sosial merupakan cara mereknya berkomunikasi dengan semua target grup audiens, baik ibu-ibu, ayah, orang dewasa, dan anak muda.
Ada empat jenis media sosial yang digunakan oleh Aqua, yaitu Facebook, Instagram, Twitter, dan YouTube. Alasannya, keempat media sosial ini adalah yang terbesar dari segi jumlah pengguna di Indonesia.
“We need to keep our brand closer. Melalui media sosial, Aqua ingin berbicara ke semua target audiens-nya,” jelas Gistang Richard Panutur, Senior Marketing Manager Danone Aqua.
Menurut Gistang, setiap media sosial mengalami berbagai perubahan, baik dari segi tampilan, maupun segi fungsi. “Dulu, Facebook is about getting follower. Sekarang, ia fokus pada jangkauan. Facebook kini bagai media berbayar. Dan, merek harus turut serta mengamati apa yang mereka lakukan,” terang Gistang.
Begitu juga dengan Twitter yang kini menjadi media engagement dan real time marketing. Sedangkan Instagram dan YouTube berfungsi untuk menyebar konten foto dan video.
“Dari empat tahun lalu, media sosial sudah mengalami perubahan. Facebook misalnya, saat kami mulai, semua brand berlomba-lomba untuk memperoleh follower. Sekarang, sudah tidak lagi. Facebook mulai memposisikan dirinya sebagai platform konten video,” jelasnya.
Karena itu, penting bagi Aqua untuk tahu update terbaru dari media sosial. “Kami harus dekat ke mereka, harus punya akses ke tim Facebook dan lainnya. Agar tahu evolusi dari setiap platform itu,” ujarnya. Selanjutnya pihaknya harus komit dengan perubahan yang terjadi di media sosial.
Pasalnya, setiap media sosial yang dimiliki Aqua memiliki fungsi dan target audiens yang berbeda-beda. Untuk target anak muda, konten yaang dibuat harus lebih engaging. “Kalau mau berbicara kepada para ibu, kami lebih menggunakan Facebook karena ibu lebih bermain Facebook,” papar Gistang.
Ia melanjutkan, yang mesti diperhatikan brand dalam menggarap social media marketing adalah jangan menggunakan satu konten di semua platform. Sebab, karakter pengguna dan fungsi dari masing-masing media sosial amat berbeda.
“Tidak bisa satu konten dipakai ke semua platform medsos. Mungkin bisa dalam satu atau dua hari pertama. Namun, brand harus menciptakan konten yang berbeda satu sama lain,” pungkas Gistang. “Ketika kami menyebarkan video di Facebook, kita harus tahu video apa yang tayang di sana,” tuturnya.
Apakah media sosial memang hanya milik anak muda? Dengan tegas, Gistang menolak statement tersebut. Sebab, setiap platform punya target grup audiens yang beragam “Karenanya, targeting adalah kunci di lingkungan media sosial.”
Di usianya yang memasuki 44 tahun, mau tak mau Aqua harus mencicipi berbagai media sosial, platform yang banyak digunakan oleh anak muda alias millennials. Karakter millenials dalam menggunakan media sosial cukup dinamis.
Snapchat misalnya. Berkat millennials, aplikasi obrolan berbasis gambar dan video ini berhasil mengungguli Twitter dari segi jumlah pengguna aktif.
“Setiap merek harus siap menghadapi dinamisnya media sosial. Setiap perubahan bisa terjadi tiap Minggu, atau mungkin besok sudah berubah. Alhasil, kuncinya adalah brand harus mengikuti setiap perkembangan yang dilakukan oleh audiensnya,” ceritanya.
Sampai saat ini, Aqua belum memiliki akun resmi di Snapchat. Lagi-lagi, tak serta-merta brand langsung memiliki semua akun media sosial tanpa mempertimbangkan tujuan dan konten apa yang akan diberikan lewat media sosial itu.
“Kami tak mau menghasilkan annoying rate karena kami memberikan konten yang tidak tepat di media sosial,” dalihnya.
Komentar Gistang tersebut juga mengarah pada salah satu platform pesan instan LINE yang kini mulai banyak digunakan brand untuk menyebar konten-konten promosi. Tak bisa dipungkiri, kehadiran pesan messaging telah menjadi bayang-bayang bagi nasib jejaring media sosial macam Facebook dan Twitter.
Menurut survei yang dipublikasikan sosial media asal Finlandia, Jongla, di pasar negara-negara berkembang, seperti Indonesia, masyarakat mulai menggantikan peran jejaring sosial mereka dengan aplikasi instant messaging.
“Yang pasti, Aqua mengikuti kemana perkembangan media sosial berjalan,” jawabnya singkat saat ditanya mengapa belum memiliki akun resmi di LINE.
Sejauh ini, dalam menggarap media sosial, Aqua menggunakan jasa satu agensi media digital yang menjalankan dan memonitor akun-akun media sosial Aqua. Kedati demikian, Gistang mengaku setiap konten harus berasal dari merek. “Agensi hanya memberikan ssaran saja,” pungkasnya.
Editor: Sigit Kurniawan