Bagaimana Meracik Produk Untuk Pasar Wanita di Tahun 2018

marketeers article
47416892 fashion photo of two beautiful young women with long dark hair and bright makeup wears casual clothes,posing in studio

Riset Nielsen memprediksi, pada akhir tahun 2017, kategori fast-moving consumer goods (FMCG) di Indonesia akan tumbuh hingga mencapai 10%. Hal ini merunut pada ekspansi yang dilakukan oleh para pemain ritel di Indonesia, perbaikan kondisi makro ekonomi, dan peningkatan daya beli. Pertumbuhan ini sebenarnya terbilang normal lantaran rata-rata industri ini memang tumbuh di angka itu.

Industri ini terbilang unik karena banyak kategori produk yang penentu utama pembelian adalah kaum perempuan. Walaupun, pada dasarnya produk-produk itu tidak secara khusus menyasar para perempuan atau hanya digunakan oleh perempuan. Sebagai contoh, produk minyak goreng yang tidak mengenal gender, namun terbagi secara fungsi dan manfaatnya. Namun, banyak brand minyak goreng yang dalam komunikasinya menjadikan perempuan seolah sebagai pihak yang disasar.

Mengapa? Bisa jadi hal tersebut karena pandangan brand dan masyarakat pada umumnya yang melihat perempuan sebagai “ahlinya” urusan domestik rumah tangga, mulai dari bersih-bersih hingga masak memasak. Padahal, mulai banyak perempuan yang cenderung tidak tahu-menahu lagi urusan tersebut. Semakin sedikit jumlah perempuan yang bisa memasak, contoh sederhananya.

Namun, lepas dari hal tersebut di atas, secara umum daya beli perempuan terus meningkat. Berdasarkan riset Nielsen, daya beli perempuan di seluruh dunia setiap tahunnya mencapai US$ 5 triliun hingga US$ 15 triliun. Selain daya beli, wanita berada dalam pucuk tertinggi keputusan pembelian, khususnya buat yang sudah berkeluarga. Apa yang diinginkan oleh sang suami dan anak, baru bisa didapatkan setelah ada persetujuan dari istri.

Jadi, dengan daya beli yang meningkat dan citra sebagai penguasa urusan rumah tangga, mau tidak mau brand-brand di FMCG tidak bisa tidak harus memberi perhatian pada segmen ini. Apalagi, di kategori FMCG ini pula perempuan memiliki keleluasaan dalam memilih produk-produk yang akan digunakan.

Biasanya, kategori perempuan dibagi menjadi mom, lajang, dan millennial. Tentunya, ketiga segmen ini membutuhkan cara pendekatan yang berbeda-beda. Tidak bisa satu cara digunakan untuk ketiga kategori tersebut. Harus ada pendekatan khusus, baik dari sisi produk dan komunikasi.

Satu contoh dilakukan oleh brand S.O.S yang fokus pada produk pembersih lantai. Dengan target pasar umur 25-45 tahun, S.O.S berusaha meramu strategi pemasaran yang tepat bagi para calon konsumennya. Meskipun saat ini ada golongan modern dan traditional mom, S.O.S menganggap bahwa kedua kategori ini memiliki keinginan yang sama, yakni lantai yang bersih.

“S.O.S selalu mengunggulkan kebersihan dan kesehatan di atas segala-galanya. Mungkin kompetitor bermain di ranah aroma dan wewangian. Kami selalu berusaha untuk meluncurkan produk yang dapat membantu ibu-ibu dalam menjaga kesehatan keluarganya,” ujar Widhya Paramita, Deputy General Manager Brand Investment & Consumer Engagement S.O.S.

Setelah mendengarkan keinginan konsumennya, S.O.S pun meramu sebuah strategi komunikasi dengan  mengadakan kampanye Bersih OK, Serangga KO di Jakarta, Bandung, dan Surabaya. Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA), Ruang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), dan balai pertemuan menjadi sasaran dari kampanye terbaru S.O.S.

“Ibu-ibu ingin anak mereka disekolahkan tapi tidak sakit karena lingkungan kebersihannya. Kami melakukan edukasi di lingkungan apa pun agar anak tetap sehat. Kami kerjasama dengan masyarakat untuk membersihkan tempat dan lingkungan itu,” imbuh Widhya.

Bicara produk FMCG yang berkaitan dengan keluarga, terutama anak, bisa dibilang hampir tidak ada perbedaan yang mencolok dari kalangan modern dan traditional mom. Kedua kategori ini memiliki keinginan yang sama yakni produk yang bersih, sehat, dan aman untuk dikonsumsi oleh anak dan keluarga mereka.

Selain kebersihan rumah, urusan pakaian bersih juga selalu menjadi perhatian perempuan. Bicara merek detergen di Indonesia tentu tidak bisa lepas dari nama So Klin. Produk buatan Wings ini sudah setia menemani keluarga Indonesia selama lebih dari tiga dekade. Tentunya, sebagai merek yang telah puluhan tahun menemani keluarga Indonesia, So Klin memiliki pemahaman khusus terkait dengan produk detergen yang dipakai masyarakat Indonesia, khususnya kalangan perempuan.

 

So Klin melihat saat ini ada perubahan pola konsumsi detergen di masyarakat, yakni perubahan format detergen bubuk menuju detergen cair. Menurut Joanna Elizabeth Samuel, Senior Product Manager So Klin, walaupun terjadi pergeseran format, masih banyak konsumen yang juga menggunakan kedua format detergen. Semisal konsumen menggunakan detergen bubuk untuk mencuci sprei, dan menggunakan cairan detergen ketika mencuci pakaian dalam dan pakaian yang berbahan satin.

“Sebenarnya kebutuhan dasar mereka ini sama, butuh detergen yang bersih dan wangi. Hanya saja kalangan modern mom biasanya juga ingin yang antibakteri. Yang traditional mom cukup yang bersih dan wangi saja,” imbuh Joanna.

Satu produk yang tidak bisa lepas dari peran seorang perempuan, khususnya ibu, adalah bumbu masakan kecap. Sudah ada sejak sembilan tahun lalu, Kecap Sedaap memiliki insight khusus terkait dengan penggunaan kecap di kalangan perempuan di Indonesia.

“Banyak perempuan menggunakan kecap karena mendapatkan rekomendasi dari orang tua. Mereka ini cenderung untuk tidak mencoba-coba, karena kembali kepada masalah selera. Jadi mereka ini menggunakan merek kecap yang sudah dipakai secara turun temurun,” kata Tan Yen Man, Marketing Manager Kecap Sedaap.

 

Meskipun banyak yang menggunakan kecap karena alasan itu, Kecap Sedaap menilai bahwa masih ada peluang meraih pasar melalui kalangan keluarga muda. Menurut Yen Man, kalangan keluarga muda ini ingin menunjukan bahwa mereka bisa hidup mandiri. Oleh sebab itu, kalangan ibu yang berasal dari keluarga muda akan lebih berani mencoba produk baru untuk menunjukan sisi kemandiriannya.

Bagi pemain industri cat rumah tangga, pasar perempuan sangatlah penting. Kelompok konsumen ini dinilai sebagai pemberi pengaruh yang besar dalam sebuah keluarga ketika ingin mengganti cat rumah mereka.  Untuk mendekati segmen perempuan, AkzoNobel melalui brand Dulux memiliki beberapa pendekatan. Pendekatan pertama adalah diferensiasi produk yang kuat, pricing yang terjangkau, dan komunikasi dari segala arah.

“Normalnya segmen ini kerap dijadikan sebagai pengambil keputusan dalam sebuah keluarga ketika berbicara soal rumah, termasuk dalam pemilihan untuk warna dari sebuah cat. Untuk itu kami mencoba menginspirasi dan mengedukasi mereka,” jelas Jun de Dios, Presiden Direktur PT ICI Paints Indonesia – AkzoNobel Decorative Paints Indonesia

Dalam menginspirasi dan mengedukasi segmen konsumen ini, Dulux mengerahkan pesan ke berbagai kanal. Jun menyebutkan, pihaknya secara aktif telah mengerahkan advertising campaign, promotional campaign, digital signage ads, printed ads, dan billboard untuk mempromosikan produk baru mereka. Bagi mereka, segmen perempuan merupakan kelompok yang haus akan informasi dan kerap mengonsumsi beragam media.

Merebut Hati Millennial

Kalangan perempuan millennial merupakan golongan perempuan yang bebas pilihan, independen, dan berani mencoba. Kalangan perempuan millennial ini bahkan rela untuk mengeluarkan uang yang lebih banyak untuk kesehatan dan kecantikan kulit mereka.

Produsen sabun Giv, saat ini sedang fokus untuk menyasar kalangan perempuan millennial, setelah mereka melakukan rebranding ulang pada beberapa tahun lalu.  Kalangan millennial mulai dari pelajar dan first jobber dinilai sebagai target yang tepat. Jika kalangan mom adalah kalangan yang loyal dan susah untuk beralih, kalangan millennial adalah segmen yang mau dan berani mencoba serta detil.

Bagi Stella Eidelina, Product Manager Giv, kunci dalam produk sabun adalah aroma yang wangi dan tahan lama serta tidak membuat kulit bersisik. Untuk melakukan komunikasi dengan para calon konsumennya, Giv banyak melakukan testing dan menggunakan jasa beauty blogger untuk menggiring opini calon konsumennya melalui review produk. Selain itu, Giv juga masuk ke dalam kampus-kampus untuk memperkenalkan produk terbarunya.

 

“Kami banyak melakukan sampling, selain di kampus kami juga bikin di Car Free Day (CFD). Masyarakat itu setelah ikut CFD pasti mandi, jadi kami berusaha kasih sampling di waktu yang tepat,” imbuh Stella.

Generasi millennial ini juga menjadi target pasar dari Procter & Gamble. Saat ini, generasi ini sangat amat peduli dengan kesehatan rambut mereka. Ada yang suka menggunakan warna rambut warna-warni, ada yang lebih suka rambutnya tetap berwarna hitam dan sehat, ada yang suka mewarnai rambutnya dengan warna warna natural seperti coklat.

Ketika membicarakan tren rambut, konsumen Indonesia berpegang pada hair trend di Amerika Serikat, Korea Selatan dan Jepang. Selain itu ada pergeseran influencer, yang tadinya adalah hair stylish, sekarang millennial lebih memperhatikan tren melalui blogger dan vlogger.

“Hal yang terpenting adalah memberikan produk yang sesuai dengan permasalahan rambut mereka. Permasalahan rambut konsumen berbeda-beda, sehingga harus memberikan solusi yang sesuai dan membuat kampanye yang sesuai dengan produk dan target audience,” ujar Febrina Herlambang, Brand Communication Manager P&G Indonesia.

Ia mencontohkan, bagi perempuan berhijab tantangannya adalah memerlukan perawatan khusus untuk rambutnya yang tertutup dibalik hijab. Rambut yang tertutup hijab ditambah panas menyengat dari terik matahari ikut menambah permasalahan rambut mereka di antaranya kerontokan, ketombe, dan rambut kusut. Apalagi jika konsumen itu suka beraktivitas outdoor dan terpapar polusi.

Untuk menjawab dua permasalahan tersebut, P&G mengeluarkan produk yang berbeda sesuai dengan masalah konsumennya. Rejoice Hijab 3 in 1 untuk wanita berhijab dan Pantene Hair Fall Control untuk masalah rambut rontok.

Febrina menilai tidak ada perbedaan dalam menggarap segmen remaja, single woman, traditional dan modern asalkan pesan bisa sampai kepada audience. Makanya, penempatan media placement harus disesuaikan dengan calon konsumennya.

Jangan Hanya Fungsional

Yang jelas, perempuan Indonesia saat ini semakin maju dan memiliki berbagai peran dalam hidupnya dan ingin melakukan yang terbaik dalam hidupnya. Mereka ini adalah perempuan yang optimistis dalam menjalan kehiidupannya dan berani mengeluarkan pendapat serta pendirian mereka. Hal ini bisa dilihat dari tumbuhnya pengusaha-pengusaha wanita, serta bergabungnya kalangan perempuan dalam sebuah komunitas gerakan sosial. Mereka semakin tidak ragu untuk bisa maju dan saling menguatkan di kalangan perempuan.

Para pemain pun berusaha membuat kalangan perempuan memiliki hidup yang berkualitas melalui produk dan dampak yang diberikan. Selain memberikan solusi yang dibutuhkan, merek itu juga mencoba membuat keluarga dan lingkungan terdekat dari konsumen memiliki hidup yang berkualitas.

Dalam menggarap pasar perempuan, kita tidak bisa hanya sekadar memberikan produk yang fungsional saja. Brand harus bisa merebut hati dan emosi konsumen perempuan. Sentuh emosi dan hati konsumen dengan sifat-sifat yang personal. Berbeda dengan pria yang secara alamiah adalah sosok yang rasional.

Riset Indonesia Women Report 2016 milik MarkPlus, Inc. menyebutkan, sekitar 66,2% perempuan Indonesia yang telah menikah ingin memberikan yang terbaik bagi keluarganya. Nah, ketika produk Anda hanya fokus pada fungsional saja, maka produk Anda tidak akan ada bedanya dengan produk kompetitor.  Pada kondisi normal, konsumen akan menggunakan sisi rasionya. Namun pada kondisi ekstrem, konsumen akan bersikap lebih sensitif dan emosional.

Brand juga tidak perlu takut untuk melakukan inovasi baik dalam produk dan promosi asalkan masih dalam kaidah norma yang sesuai. Buatlah standar baru dalam industri yang Anda geluti. Pelajari juga kondisi yang terjadi di luar industri Anda, sehingga akan menemukan pola dan format yang baru.

Selamat mencoba!

Related