Melibatkan pembaca atau pelanggan dalam aktivitas sebuah brand atau perusahaan memang membuat konten semakin kaya. Selain itu, brand dapat memonitor siapa target market mereka sekaligus menerka konten seperti apa yang sebenarnya dibutuhkan audiensnya.
Gaya communitization ini juga berusaha dilakukan oleh grup media perempuan pertama di Indonesia, Femina. Sejak tahun 2010, Femina Group (termasuk Majalah Femina) melakukan pendekatan pengembangan komunitas untuk melayani para audiensnya.
“Pemimpin Redaksi di grup kami juga memiliki jabatan sebagai Chief Community Officer (CCO) sebagai bentuk leadership untuk pendekatan baru tersebut diatas,” jawab Petty S. Fatimah, Editor-in-Chief Majalah Femina kepada Marketeers melalui surat elektronik.
Menurut definisi Petty, pengembangan komunitas mengandung arti memetakan target pasar setiap media menjadi kelompok-kelompok minat atau karakteristik tertentu. Kelompok ini nantinya menjadi landasan pengembangan bermacam konten di semua kanal komunikasi dari brand media tersebut, baik dalam bentuk cetak maupun digital.
Ada tujuh komunitas gaya hidup perempuan yang disasar oleh Femina, antara laun wirausahawati, perempuan karier, pecinta kuliner, klub penulis, penggiat fesyen, hijabers, dan traveler. Komunitas itu menjadi arahan Femina menciptakan konten untuk para pembacanya. Femina bertekad menjadi service magazine yang berorientasi pada isu perempuan dan gaya hidup di sekelilingnya.
“Audiens sekarang tidak terlalu mempersoalkan dari kanal mana dia memperoleh informasi yang dibutuhkannya. Yang lebih penting adalah informasi tersedia pada saat itu juga,” tutur Petty yang juga CCO Femina Group ini.
Lewat strategi itu, sebelum menciptakan sebuah konten, Femina terlebih dulu melihat karakter kanalnya. Setelah itu, pihaknya menganalisa siapa audiens dari kanal itu, baru selanjutnya ditentukan bentuk kontennya.
Misalnya, kata dia, konten di majalah bersifat mendalam, inspiratif, dan meluas. Sedangkan konten di kanal digital femina.co.id lebih lugas dan praktis, namun memberitakan hal-hal terkini.
Sementara itu, konten di akun Facebook milik Femina lebih banyak menampilkan life-story, relationship, dan isu-isu yang menjadi hot topic di media sosial. Lain halnya dengan Instagram yang menyajikan konten visual serta informasi live events.
Femina Group seperti kebanyakan nasib grup media cetak lain yang dirudung masalah seretnya pendapatan iklan. Apalagi, beredar kabar bahwa media yang dikomandani oleh Svida Alisjahbana itu akan menutup dua majalahnya, salah satunya yang berlisensi asing.
Meski tidak menanggapi isu tersebut secara langsung, Petty menuturkan bahwa print dan digital hanyalah sebuah medium. Tantangannya saat ini yaitu bagaimana mensinergikan semua bentuk medium tersebut agar maksimal melayani audiens dan juga menarik bagi pengiklan.
“Bagaimana agar advertiser melihat kekuatan yang khas dari konten media gaya hidup perempuan yang berbeda dari kekuatan konten media yang bersifat umum atau yang berorientasi news,” terang dia.
Editor: Sigit Kurniawan