Bagaimana Industry Outlook dan Ekonomi ASEAN Tahun 2023?

marketeers article
ASEAN (Ilustrasi: 123RF)

Di tengah prediksi krisis ekonomi global, pasar ASEAN masih dipercaya dapat tumbuh dan menyimpan berbagai peluang. Industry outlook di ASEAN ini terungkap di ajang The 8th ASEAN Marketing Summit yang  menghadirkan para pemasar dari Singapura, Malaysia, Filipina, Vietnam, Indonesia, Myanmar, dan Thailand.

“Prediksi akan terjadi krisis ekonomi global tahun depan kuat terdengar. Meski begitu, kondisi ini akan menjadi bantu loncatan yang baik untuk ekonomi global di masa depan,” ujar Mansoor Mohi-uddiin, Chief Economist Bank of Singapore secara daring, Rabu (7/12/2022).

Mansoor pun menyebutkan beberapa indikator yang menjadi landasan utama bagaimana ekonomi global berdampak ke banyak negara, yakni inflasi, pergerakan ekonomi Amerika Serikat, dan ekonomi Cina.

BACA JUGA: Ketidakpastian Ekonomi 2023, Bagaimana Nasib ASEAN?

Kondisi menantang ini menjadi kelanjutan dari pandemi COVID-19 yang belum juga usai. Mohd Farid bin Shamsudin, Senior Lecturer Universiti Kuala Lumpur menyebutkan bahwa kehadiran pandemi memberikan dampak buruk sekaligus mengakselerasi digitalisasi dan memberikan peluang bagi pelaku bisnis untuk berinovasi.

Malaysia

Secara tidak langsung, pandemi juga mendorong produktivitas industri. Dari sini, di Malaysia tengah mengalami fase recovery seiring memasuki fase endemi dan bersiap untuk reform. Hal ini terlihat dari pertumbuhan penjualan ritel yang tumbuh dari 6,3% menjadi 13,1% pada tahun 2022.

“Permintaan konsumen juga terus bertumbuh, termasuk adopsi mereka ke produk digital. Kini, konsumen menuntut kecepatan, kenyamanan, dan keamanan dari sebuah produk,” papar Farid.

Tren lainnya, konsumen di sana mulai bergeser dari mengkonsumsi produk mewah ke konsumen yang mengedepankan kebutuhan. Mereka juga cenderung selektif, bergaya hidup digital, keluar dari konsep tradisional, dan memiliki tendensi untuk menunda spending.

“Pendekatan marketing yang menjadi tren di Malaysia sedang mengarah ke influencer marketing, penggunaan TikTok, hybrid event, hingga metaverse. Hal-hal ini harus diperhatikan oleh para marketeer yang hendak masuk ke pasar Malaysia,” tambah Farid.

Filipina

Bergeser ke Filipina, pandemi yang juga mengubah cara hidup masyarkat di sana, memaksa operasional bisnis untuk turut berubah. Tren bekerja secara hybrid, meningkatnya kegiatan di e-commerce, hingga konsumen yang lebih banyak meninggalkan uang cash tengah digandrungi di Filipina.

“Perubahan perilaku konsumen ini pun banyak dimanfaatkan oleh pemain perbankan yang berinvestasi ke teknologi guna menghadirkan layanan e-wallet. Tak sekadar inovasi produk, layanan yang dibangun juga mengarah ke personalisasi layanan secara real-time,” ujar Maeyeth Cadungog, Head of Marketing Hocheng Philippines Corporation.

Thailand

Sedikit berbeda dengan kondisi di Filipina, Ake Pattaratanakun, Head of Marketing Department Chulalongkorn Business School mengatakan, ada tiga factor utama yang memengaruhi pasar Thailand. Tiga faktor tersebut, meliputi perubahan perilaku konsumen, kondisi ekonomi dunia, dan kehadiran teknologi digital.

Vietnam

Bagaimana dengan Vietnam? Vietnam telah berinvestasi hingga US$ 25 miliar untuk program pemulihan ekonomi. Dana ini digunakan untuk penanggulangan isu Kesehatan, mendukung keamanan sosial dan tenaga kerja, memulihkan sektor bisnis, mendorong pengembangan ekonomi, hingga mereformasi dan mengembangkan ekosistem investasi.

BACA JUGA: Faktor Pendukung ASEAN untuk Jadi Episentrum Pertumbuhan Ekonomi

“Tahun 2023 akan menjadi journey baru bagi Vietnam. Pasalnya, aka nada transformasi pada program pemerintah, re-inventing ke beberapa industri kunci, masuk ke e-economy, pengembangan talenta, hingga mendorong konsumsi domestik,” papar Huynh Phuoc Nghia, Vice President Vietnam Marketing Association.

Indonesia

Sementara Indonesia, Junanto Herdiawan, Director of Communication Department Bank Indonesia mengatakan bahwa kita yang hidup di ekonomi global tentu akan terdampak dari gejolak ekonomi yang global yang mungkin terjadi.

“Pada tahun 2018, Presiden Joko Widodo pernah menyerukan kata-kata ‘winter is coming’ akibat perang dagang yang terjadi di pasar global. Dan dampak tersebut kini terasa bahkan sampai tahun depan.  Meski begitu, ekonomi Indonesia dalam lima tahun terakhir menunjukkan ketahanan yang kuat,” jelas Junanto.

Junanto menambahkan, ketahanan tersebut tercermin di dalam beberapa faktor. Misalnya saat pandemi, perekonomian Indonesia yang terkoreksi masih menjadi yang terendah di dunia. Begitu juga dengan tingkat inflasi yang relatif rendah.

“Sinergi dan kolabrasi menjadi kata kunci dari kokohnya performa ekonomi Indonesia. Kami akan memperkuat kolaborasi dan sinergi  untuk menghadapi berbagai kondisi yang tidak menentu ke depan,” tutup Junanto.

Related

award
SPSAwArDS