Beda generasi, berbeda pula perilaku mereka dalam mengakses sesuatu – termasuk mengakses konten berita. Mulai dari konten yang dikonsumsi, perangkat yang digunakan, hingga durasi yang dihabiskan. Media konvensional yang dahulunya menggunakan medium seperti koran dan televisi, kini berbondong melakukan migrasi menuju platform digital. Ada yang sukses, namun ada juga yang akhirnya berujung sama saja dengan platform konvensional mereka yang perlahan mulai ditinggalkan.
Membicarakan pola konsumsi media tiap generasi tidak akan pernah bisa dipukul rata. Setiap generasi memiliki preferensi tersendiri. Gen X misalnya akan terbiasa dan sesuai dengan format berita artikel panjang yang minim visual. Bagi mereka itu adalah tipe konten yang mereka sudah nyaman konsumsi dalam era sebelum booming Internet.
Namun, bila kita lemparkan kepada Gen Y dan Gen Z apakah konten artikel tanpa ada hiasan visual menarik buat mereka? Jawabannya adalah tidak. Walaupun keduanya merasa konten tanpa hiasan visual tidak menarik, jenis visual yang engage dengan dua generasi ini juga tidak sama.
Gen Y mungkin sudah merasa puas dengan visual grafis seperti gambar, sementara Gen Z standarisasinya lebih tinggi, yakni konten visual yang dinamis, alias format video.
Hal ini yang sedang dikembangkan oleh beberapa media di Indonesia. Banyak media sekarang mengkombinasikan format artikel, gambar, dan video. Memang belum ada resep sukses secara khusus dalam memenangkan pembaca media. Tapi satu hal yang pasti selera dari tiga generasi ini tidak bisa dipukul rata.
“Media online saat ini sangat banyak dan beragam, pengguna Internet juga beragam. Akses semakin mudah dan semakin mobile. Dulu kita berasumsi pengguna Internet hanya masyarakat di kota besar, tapi sekarang sudah meluas ke banyak wilayah dan segmen. Kebutuhan akan konten pun berbeda-beda,” ujar Andrias Ekoyuono, Chief Marketing Officer Kumparan.
Sebagai media yang baru di Indonesia, Kumparan mencoba untuk menciptakan format media yang tepat untuk seluruh generasi. Karena baru seumur jagung, Andrias mengaku bahwa saat ini Kumparan masih fokus dalam menciptakan konten sebanyak-banyaknya yang ujungnya akan dipetakan format dan konten seperti apa yang cocok untuk tiga generasi ini.
Meskipun begitu, Andrias membagi pembaca Kumparan ke dalam beberapa kategori. Saat ini pembaca terbanyak dari Kumparan berasal dari kelompok umur 25-34 (37%), 18-24 (28%), 35-44 (18%), dan 45+ (17%). Jika melihat polanya, saat ini Gen Y mendominasi pembaca di platform Kumparan, diikuti oleh kalangan Gen Z.
Tidak jauh berbeda, Kompas.com. Sebagai portal berita milik perusahaan media yang sudah memiliki nama besar – Kompas Gramedia Group – juga menemukan distribusi pembaca yang mirip dengan Kumparan.
“Secara umum, tiga generasi, yakni generasi X, Y, dan Z hadir sebagai bagian dari demografi pembaca Kompas.com. Segmen paling besar, tetap dikuasai oleh pembaca usia 24-35 tahun. Urutan kedua ditempati secara bergantian oleh mereka yang berusia 18-23 atau 35-50 tahun. Ketiganya menguasai 70% total pembaca Kompas.com,” ujar Wisnu Nugroho, Pemimpin Redaksi Kompas.com.
Wisnu mengaku, Kompas.com menaruh atensi besar pada ketiga kelompok usia tersebut. Ketiganya memiliki karakter yang berbeda dan ini menentukan tema liputan dan tulisan Kompas.com.
“Generasi X, misalnya, lebih senang dengan tema-tema politik yang sifatnya problematik, mendalam, dan disajikan secara lebih naratif dan tekstual. Dan, budaya membaca tekstual mereka masih terbilang tinggi,” ujar Wisnu.
Sementara, Generasi Y tidak terlalu suka banyak membaca. Namun, keingintahuan mereka sangat tinggi. Tak heran, mereka gemar mencari berita atau bahan informasi yang disampaikan tak melulu secara tekstual. Mereka lebih menyukai gambar, grafis, atau konten yang lebih visual. Kalau pun itu teks, mereka suka yang pendek dan sedikit. Mereka, sambung Wisnu, bahkan suka dengan yang audio visual dalam bentuk video.
“Untuk generasi Z, kami belum paham benar mereka, mengingat mereka sebagai pendatang baru. Mereka datang ke Kompas.com bukan karena sadar ingin membukanya, tetapi biasanya karena terpapar informasi yang referal atau karena Google Search atau media sosial,” kata Wisnu.
Editor: Eko Adiwaluyo