Industri halal tengah berkembang menjadi sebuah tren global. Saat ini, tidak hanya negara dengan penduduk mayoritas muslim yang mengembangkan industri halal, negara lain seperti China dan Australia tidak ingin ketinggalan.
“Sebagai negara dengan mayoritas penduduk muslim, Indonesia harus memiliki visi misi yang jelas agar tidak ketinggalan dan menjadi pusat industri halal global,” kata Sukoso, Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama, Senin (07/12/2020).
Berbagai cara dilakukan pemerintah untuk mengembangkan industri halal, salah satunya adalah dengan menerbitkan Peraturan Menteri Agama (PMA) No. 26 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal. Serta yang paling baru melalui Undang-Undang (UU) No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Kerja sama dengan kementerian dan lembaga juga dilakukan untuk mendukung proses sertifikasi produk halal sebagai cara mengembangkan industri halal di Indonesia.
BPJPH saat ini bekerja sama dengan 11 Kementerian. “Contohnya dengan Menteri Perindustrian dalam penetapan Kawasan Industri Halal melalui Peraturan Menteri Perindustrian No. 17 tahun 2020 tanggal 8 Juni 2020,” kata Sukoso.
Perkembangan industri halal sejalan dengan meningkatkan populasi muslim di dunia yang diperkirakan akan mencapai 2,158 miliar pada tahun 2030. Pasar produk halal sendiri juga berkembang, di Asia Pasifik misalnya yang diperkirakan mencapai 62% sedangkan di Timur Tengah bisa mencapai 20%.
“Jika kita bisa memenuhi dua daerah tersebut, pasar produk halal yang dapat ditangkap Indonesia bisa mencapai 82%. Karena itu, pemerintah terus berusaha untuk menetapkan kebijakan yang lebih kondusif dalam membangun industri halal dalam negeri,” jelas Sukoso.
Saat ini, menurut Global State Islamic Economic tahun 2020-2021 Indonesia berada pada ranking keempat industri halal global. Meski naik satu peringkat dari tahun sebelumnya, Indonesia masih ketinggalan dengan negara tetangga Malaysia.
Permudah Layanan Sertifikasi Halal
Menurut PMA No. 26 Tahun 2019 terdapat tiga pihak yang berperan dalam melayani sertifikasi halal, yaitu BPJPH, Majelis Ulama Indonesia (MUI), dan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH). Sukoso mengatakan, sertifikasi halal harus menganus sistem telusur (tracebility) dan bukan end product analysis.
“Ini era baru proses sertifikasi halal. Seluruh proses dokumen harus dikirim ke BPJPH. Setelah proses verifikasi, produsen atau perusahaan dapat memilih lembaga pemeriksa halal terdekat. LPH dan MUI masih menjadi lembaga terkait. Tetapi per 10 November 2020, PT Sucofindo juga resmi menjadi lembaga pemeriksa halal,” jelas Sukoso.
Sukoso menekankan, tugas dari Lembaga Pemeriksa Halal adalah mengaudit. Penerbitan sertifikat halal tetap menjadi wewenang BPJPH. Tentu saja, BPJPH tetap bekerja sama dengan MUI untuk melakukan sidang fatwa yang menetapkan halal atau tidaknya suatu produk.
“Saya juga mendorong perguruan tinggi serta instansi pemerintah daerah dan yayasan Islam boleh mendirikan lembaga pemeriksa halal, sesuai dengan peraturan perundang-undangan,” pungkas Sukoso.
Editor: Muhammad Perkasa Al Hafiz