Bagaimana Provider Telekomunikasi Hadapi Revolusi 5G?

marketeers article
Creative 5G internet on night city backdrop with connections. Web network concept. Double exposure

Jaringan 5G digadang-gadang menjadi pencapaian terbesar selanjutnya dalam dunia seluler dan komunikasi nirakabel. Hal ini membuat berbagai negara berlomba-lomba menjadi yang terdepan dalam konektivitas dan memanfaatkan kesempatan luas yang tercipta dari inovasi ini.

Pasalnya, teknologi ini menjanjikan peningkatan kecepatan lebih dari 20 kali lipat dibandingkan jaringan terdahulu. Tentu, ini membuka banyak potensi dari teknologi yang akan datang, seperti cloud gaming, peralatan rumah tangga pintar, dan kendaraan swakemudi. Inovasi ini juga mempercepat adopsi solusi Internet of Things yang mengarah pada peningkatan operasi Machine-to-Machine (M2M) seperti edge computing.

Bagi negara tetangga seperti Singapura yang berencana meluncurkan 5G di 2020 dan menargetkan untuk menjadi pemimpin global 5G untuk inovasi dalam aplikasi dan jasa 5G yang aman dan stabil, pengambilan langkah awal sifatnya sangat penting. Ditambah dengan pendekatan Info-communications Media Development Authority (IMDA) yang ingin membangun jaringan 5G di Singapura dengan spesifikasi jaringan dan desain arsitektur mandiri.

Konsekuensinya, membangun jaringan 5G membutuhkan investasi yang lebih besar bagi para penyedia telekomunikasi untuk membangun infrastruktur yang memadai, tak sekadar menumpuk jaringan 5G di atas infrastruktur 4G yang malahan membatasi kecepatan dan sederet kemampuan yang ditawarkan 5G.

Andrew Tan, Direktur Regional Asia Tenggara Nexign membagi sejumlah pandangannya mengenai bagaimana para provider telekomunikasi dapat mempersiapkan diri menghadapi revolusi 5G. Apa saja?

Tetap Relevan di Industri

Seiring revolusi 5G, operator telekomunikasi regional harus menentukan cara menyesuaikan diri. Banyak yang berpendapat, sekarang adalah waktu yang paling tepat untuk berubah dari penyedia telekomunikasi tradisional (CSP) menjadi penyedia layanan digital (DSP).

“Munculnya teknologi transformasional selalu membuka peluang bisnis bagi ekosistemnya. Perlu diingat, monetisasi inovasi tersebut bisa bermasalah jika tidak memiliki sistem dukungan bisnis (BSS) yang tepat. Lalu karena ini adalah eranya digital native, menghubungkan seluruh infrastruktur Anda dengan pengguna secara mudah dan nyaman adalah cara terbaik untuk mengemas penawaran user experience (UX),” terang Andrew kepada Marketeers di Jakarta, Senin (21/10/2019).

Laporan forum TM menemukan, sebanyak 2/3 (67%) total pendapatan dari penggunaan 5G—di luar enhanced mobile broadband (eMBB) dan fixed wireless access (FWA)—bergantung pada transformasi OSS/BSS.

Menyesuaikan BSS untuk mendukung 5G akan langsung berdampak real time, mulai dari rating, tarif, dan kontrol kebijakan. Penggunaan yang lebih kompleks akan membutuhkan lebih banyak integrasi dengan banyak sistem lainnya, dan para operator perlu memastikan bahwa BSS tunggal bisa melakukan hal tersebut. Andrew pun menjabarkan sejumlah contoh kasus.

Internet of Things

“IoT memungkinkan berbagai macam organisasi seperti maskapai penerbangan, agrikultur, dan pergudangan untuk meningkatkan kemampuan pengambilan keputusan secara real time,” ujar Andrew.

Rendahnya latensi 5G sangat menjanjikan untuk mendukung sistem sedemikian rupa, tapi tidak cukup hanya dengan sistem dukungan bisnis (BSS) yang fasih Internet of Things yang mengerti apa dan bagaimana suatu elemen didistribusikan

Para penyedia solusi pun dikatakan Andrew harus memperhatikan pentingnya membuat monetisasi jaringan yang fleksibel, agar mampu mengelola masalah biaya dan kebijakan untuk perangkat-perangkat yang berbeda-beda di sisi end user.

Kerja sama dengan Mitra Penyedia Layanan

Untuk bersaing di Era Konten, konsumen yang melek digital nan penuh tuntutan adalah basis pelanggan baru. Untuk menawarkan layanan terpadu yang mereka inginkan, para DSP harus mencari mitra—penyedia layanan aplikasi (ASPs) dan penyedia layanan over-the-top (OTT)sehingga mereka dapat menyediakan pengalaman 5G yang kaya.

“Melalui integrasi dengan service-capability exposure function (SCEF), solusi BSS Anda harus mampu memungkinan penyedia konten untuk menciptakan paket layanan baru untuk pelanggan seketika mitra Anda membutuhkannya serta memiliki kendali penuh atas distribusi konten tersebut, mengizinkan free traffic untuk kampanye pemasaran khusus, dan meningkatkan kualitas deteksi traffic ASP,” jelas Andrew.

Di saat yang bersamaan, platform BSS harus dilengkapi dengan solusi partner relationship management (PRM) yang mumpuni untuk menjamin para penyedia layanan aplikasi, penyedia konten, dan mitra lain dapat berintegrasi dengan mudah dan efisien.

Pengganti legacy Wi-Fi

Ketika pangsa pasar ditentukan oleh layanan kabel dan layanan seluler, para DSP perlu memikirkan ulang pembagiannya untuk bisnis mereka. Jika akses seluler dengan 5G memberi koneksi yang sangat cepat dan stabil, para pelanggan akan lebih jarang menggunakan Wi-Fi atau broadband di rumah.

“Di sini, BSS pilihan Anda harus mampu memberi pilihan untuk merancang model biaya penggunaan baru,” tutur Andrew.

Pengelolaan Langganan eSIM

Meskipun jaringan dan perangkat eSIM (SIM tanam) belum tersebar secara merata, perubahan akan datang dan 5G bisa mempercepat hal itu. Menggunakan eSIM dan mengatur pelanggan serta perangkat tidak hanya membutuhkan BSS yang fleksibel, tapi juga kerjasama dan interoperabilitas antar pelaku industri pasar telekomunikasi global.

Siap-siap untuk Berlari

Layaknya revolusi pada umumnya, revolusi 5G tidak dapat dihindarkan. “Hal ini hanya akan menguntungkan bagi yang tanggap atas celah integrasi di organisasi mereka lalu menyesuaikan BSS-nya supaya siap menyambut peluang-peluang di masa depan,” tutup Andrew.

Editor: Sigit Kurniawan

    Related