Bahaya White Lies, Bohong demi Kebaikan yang Justru Merusak Hubungan

marketeers article
Ilustrasi (Foto: 123rf)

Pernah mendengar istilah berbohong demi kebaikan? Ini disebut sebagai white lies, kebohongan yang kerap dianggap lebih baik ketimbang memberi tahu kebenarannya karena itu dinilai dapat menyakiti perasaan seseorang.

White lies belum lama ini menjadi sorotan di jagat maya setelah seorang istri publik figur yang tersandung kasus kriminal mengaku tidak mengungkap fakta sebenarnya kepada anak mereka. Alih-alih ditahan, ia mengatakan sang suami sedang mengikuti wajib militer bak idol K-Pop.

Tanpa disadari, white lies sejatinya juga sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya saja, saat menghadiri acara makan malam keluarga, Anda memilih untuk memuji masakan yang kurang enak atau menghindari topik sensitif agar tidak menimbulkan ketegangan.

BACA JUGA: 4 Mitos tentang Depresi dan Fakta di Baliknya

Padahal, kebohongan kecil semacam ini dapat menimbulkan dampak jangka panjang bagi hubungan. Melansir Pysche, berikut penjelasannya:

Bahaya White Lies

Menurut para peneliti, kebiasaan berbohong, meski hanya white lies, dapat merusak hubungan dan memicu ketidakpercayaan. Penelitian menunjukkan bahwa orang yang sering berbohong, bahkan untuk melindungi perasaan atau menjaga hubungan, justru merasa lebih kesepian.

Dalam sebuah eksperimen sederhana, orang yang diminta untuk berbohong dalam percakapan dengan orang asing merasa kurang terhubung dibandingkan mereka yang memilih untuk jujur. Ini menunjukkan bahwa kebohongan, meski dimaksudkan untuk kebaikan, dapat menciptakan jarak emosional antara Anda dan orang-orang di sekitar.

Ketika memilih untuk menyimpan rahasia atau berbohong, secara tidak sadar Anda membangun tembok yang memisahkan diri sendiri dari orang lain. Meskipun niatnya adalah untuk menjaga kedamaian, hasilnya justru membuat kita merasa lebih terisolasi dan terasing.

BACA JUGA: Bahaya Makan Sushi Basi untuk Kesehatan

Di sisi lain, penelitian menunjukkan bahwa kejujuran, bahkan dalam situasi sulit, justru dapat mempererat hubungan. Ini tercermin dalam sebuah studi yang meminta partisipan untuk jujur dalam setiap interaksi sosial selama tiga hari.

Hasilnya, ditemukan bahwa kejujuran ternyata lebih menyenangkan daripada yang mereka duga. Meski mereka awalnya mengira kejujuran akan merusak hubungan, kenyataannya malah memperkuat koneksi sosial dan menciptakan kedekatan yang lebih dalam.

Kejujuran memungkinkan Anda membangun kepercayaan dan saling memahami. Ini bukan berarti Anda harus menyampaikan semua pikiran tanpa filter, tetapi lebih kepada berusaha terbuka dan jujur dalam komunikasi.

Memilih untuk jujur memang berisiko, terutama karena banyak orang takut akan reaksi negatif dari orang lain. Ketakutan akan ditolak, dihakimi, atau diputuskan hubungan menjadi alasan utama mengapa seseorang lebih memilih untuk berbohong.

Namun, Anda harus menyadari bahwa makin sering berbohong, maka kian besar pula rasa ketidakpercayaan yang muncul, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain. Untuk mengakhiri lingkaran ini, Anda perlu mulai dengan membangun kepercayaan dalam hubungan sehari-hari.

Editor: Ranto Rajagukguk

Related

award
SPSAwArDS