Pandemi mempercepat digitalisasi di segala lini, begitu juga dengan nasib media sosial yang semakin terus berkembang menjadi social commerce, salah satunya dialami oleh TikTok Shop.
Bahkan e-commerce dan marketplace yang memang tujuannya untuk berjualan seringkali tak mampu mengalahkan cepatnya gelombang social commerce.
Sebagian besar pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UKM) melihat social commerce menjadi sebuah peluang dan wadah berjualan yang efektif dilakukan. Bukan main jika live selling yang lumrah dilakukan di social commerce juga semakin booming.
Banyak berita tersebar bahwa melalui live selling, penjual bisa meraup miliaran rupiah dalam sekali tayang. Peluang yang menggiurkan, bukan?
Namun, persaingan akan tetap ada, baik itu ketika berjualan offline, maupun online di social commerce, berjualan di pasar becek, maupun di TikTok Shop.
Penjual yang kuat dan bermodal tinggi akan terus mengepakkan sayapnya, memperluas pasar, dan meningkatkan penjualan. Fenomena artis ikut live selling tak dimungkiri mampu menjadi viral dan audiens berbondong-bondong menonton hingga membeli.
Satu hal yang perlu dipertimbangkan, bagaimana kondisi para UKM yang masih kecil dan belum memiliki eksposur sebesar para selebritas? Apa yang bisa UKM lakukan untuk dapat bersaing dengan positioning yang kuat?
BACA JUGA: Marketplace vs E-commerce, Simak Perbedaan Keduanya Berikut Ini!
Banyak UKM yang memberikan testimoni bagaimana usahanya ketika melakukan live selling di ecommerce. Dalam beberapa bulan di awal penerapan strategi, host live mungkin banyak yang harus ngomong sendiri di depan gadget-nya selama berjam-jam.
Bahkan tak jarang harus dilakukan hingga berminggu-minggu, berbulan-bulan, tanpa penonton. Inilah kesulitan yang dihadapi oleh para penjual dan UKM yang ingin mencoba bersaing dalam ekosistem ecommerce.
Ignatius Untung, Pengamat Ekonomi Digital, mengemukakan pendapatnya mengenai hal ini saat ditemui dalam acara Talkshow “Dampak Social Commerce pada UKM di Indonesia” di Seribu Rasa Gunawarman, Jakarta pada Jumat (15/09/2023).
Untung mengungkapkan bahwa baik di pasar online maupun offline, tidak ada jalan singkat menuju sukses. Sekeras apapun kita berjualan, buka toko paling pagi, tutup toko paling malam, persaingan akan selalu ada.
“Suka nggak suka, ada istilah kita harus jual diri kita sendiri dulu sebelum kita jual produknya. Karena apapun yang kita beli kita, cuma mau beli dari orang yang kita percaya,” ungkap Untung.
Sebagai contoh, Kohcun yang merupakan salah satu TikToker memiliki persona yang cukup kuat, sehingga setiap live selling berlangsung akan ditonton oleh ratusan orang. Sebagai affiliator, live selling-nya dipercayai oleh audiens.
BACA JUGA: 5 Alasan Penting Tren Online Live Selling Sangat Menguntungkan!
Apa yang dilakukan Kohcun ini berawal dari membangun reputasi, personal branding, dan kepercayaan audiens. Hal yang sama juga dilakukan oleh pemain offline.
Penjual offline membangun reputasi tokonya hingga pada titik jika orang ingin mencari produk X maka yang dicari adalah toko tersebut. Konsep inilah yang bisa diterapkan oleh UMKM. Persona dari sang owner atau penjual perlu dibangun secara konsisten.
Biar saja tak ditonton pada tahap awal, namun konsistensi Anda seiring terbangunnya personal brand yang kuat akan mampu mendorong kepercayaan dan penjualan dalam jangka panjang.
Itulah yang menjadi kunci bagi para UMKM dalam membangun positioning yang kuat di social commerce ataupun platform lainnya.
Editor: Muhammad Perkasa Al Hafiz
BACA JUGA: Pembeli Terpikat oleh Online Live Selling, Kok Bisa? Ini Alasannya!