Asosiasi Produsen Alat Kesehatan Indonesia (Aspaki) mengeluhkan maraknya barang-barang impor yang membanjiri pasar di Tanah Air. Hal ini membuat para produsen alat kesehatan (Alkes) hanya memperoleh pangsa pasar sebesar 0,7%.
Cristina Sandjaja, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Aspaki mengungkapkan pasar nasional maupun global masih didominasi barang-barang asal Amerika Serikat (AS) dengan kontribusi sebesar 38,2%. Kemudian, diikuti oleh Cina yang menguasai 19,9%, dan India 2,16%.
“Impor kita untuk alkes mencapai Rp 40 triliun. Namun, industri alkes bisa ekspor Rp 16 triliun, jadi defisit Rp 23 triliun. Impor lebih besar dari ekspor. Setelah adanya teguran Presiden, kini kita baru tersadar untuk menggenjot produksi alkes dalam negeri,” kata Cristina melalui keterangannya, Senin (3/10/2022).
Dari penuturan Cristina, industri alkes nasional harus berhadapan dengan berbagai tantangan untuk bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Tantangan itu mulai dari teknologi yang masih tertinggal, minimnya sumber daya manusia (SDM) yang bisa memproduksi alkes, hingga keterbatasan investasi.
Kondisi tersebut menyebabkan produsen alkes nasional sangat sedikit. Tercatat, hingga sekarang hanya ada 727 pabrik alkes dengan 4.265 distributornya di seluruh Indonesia.
Tak hanya itu, izin produk alkes lokal pun masih lebih sedikit dibandingkan produk impor. Catatan Aspaki menyebut pemerintah baru mengeluarkan izin untuk produk lokal sebanyak 11.734, sedangkan impor mencapai 52.721.
“Walaupun kondisinya cukup memprihatinkan, kami tetap optimistis ke depan bisa menambah produksi alkes. Ini terlihat dari komitmen Presiden Joko Widodo yang akan membangun rumah sakit internasional di Bali dan akan menyerap banyak alkes buatan lokal,” ujarnya.
Kondisi yang sama juga terjadi pada industri farmasi nasional. Berdasarkan data Gabungan Pengusaha Farmasi Indonesia (GPFI) hingga sekarang 95% bahan baku obat harus diimpor dari Cina dan India.
Herry Sutanto, Direktur Utama PT Dexa Medica mengatakan tingkat ketergantungan impor bahan baku sudah sangat akut. Dengan demikian diperlukan langkah-langkah strategis agar bisa menjadi negara yang mandiri.
“Farmasi dibuat di Indonesia tapi 95% bahan baku masih impor. Jadi kejadian waktu pandemic COVID-19, China dan India lockdown kita kesulitan mendapatkan bahan baku obat, butuh perjuangan luar biasa. Saya juga datang sendiri ke sana untuk mencari Chloroquine, biasanya pengiriman India ke Indonesia cuma beberapa hari, kemarin harus melewati beberapa negara jadi lebih lama,” ucapnya.
Editor: Ranto Rajagukguk