Memposisikan diri sebagai perusahaan teknologi di industri beauty and wellness membuat praktik bisnis BASE tak serupa dengan kompetitor lain. Startup lokal ini melibatkan penerapan teknologi dalam setiap proses bisnis mereka untuk menjawab anxiety and desire konsumen.
Kehadiran BASE di industri kecantikan dengan memboyong sentuhan teknologi berangkat dari tiga persoalan utama yang mereka temukan di lapangan sebelum memulai bisnis ini.
Pertama, too much product in the market. Ketika konsumen pergi ke sebuah mesin pencari untuk mencari informasi terkait produk skincare yang tepat bagi kulit mereka, satu kata kunci pencarian saja dapat menampilkan lebih dari 70 produk.
Konsumen pun perlu membaca satu per satu review yang bersifat subjektif. “Jadi, terdapat thinking process and decision making process yang panjang hingga konsumen memutuskan memilih produk yang ingin mereka coba,” ungkap Yaumi Fauziah Sugiharta, Co-Founder sekaligus CEO BASE Skincare kepada Marketeers.
Persoalan kedua adalah harga yang tidak sesuai dengan kualitas produk. Terdapat semacam inefficiency antara produk yang dibeli dengan jumlah uang yang dihabiskan ketika produk yang dibeli tidak cocok dengan konsumen tersebut.
Ketiga, every skin is unique. Mayoritas produk skincare yang tersedia di pasar cenderung didesain untuk jenis kulit tertentu, seperti kulit orang Asia Timur atau Caucasian.
Padahal, jenis kulit setiap individu jelas berbeda. Hal ini lantaran setiap individu (meskipun berasal dari ras yang sama), memiliki faktor genetik yang berbeda. Belum lagi persoalan iklim tempat mereka tinggal, hingga gaya hidup yang juga berpengaruh pada kondisi kulit masing-masing individu.
Lantas, seperti apa penerapan teknologi oleh BASE?
Penerapan teknologi yang dilakukan BASE lebih dari sekadar alat pemasaran dan penjualan, melainkan terlibat dalam setiap proses bisnis mereka. Penerapan teknologi digunakan BASE untuk menciptakan efisiensi antara demand dan operation.
Melalui sebuah Skin Test, BASE mengembangkan data menjadi algoritma. Skin Test ini diberikan kepada para konsumen sebelum membeli produk BASE. Skin Test bertujuan untuk membantu BASE dan para konsumen memahami kondisi kulit mereka, sebelum kemudian memberikan rekomendasi produk yang tepat.
Pertanyaan-pertanyaan singkat dan familiar, seperti Skin Type, Skin Goals, hingga Lifestyle tertera pada Skin Test tersebut. Setelah melakukan Skin Test, konsumen akan memperoleh Skin Analysis yang menjelaskan kondisi kulit mereka dan memberikan rekomendasi bahan atau pun jenis produk yang tepat.
“Jadi, kami menawarkan solusi agar konsumen tidak perlu lagi memilih produk dari berbagai macam pilihan yang tersedia. Dari algoritma yang telah kami bangun, usai konsumen melakukan Skin Test, maka mereka dapat langsung memperoleh sebuah Skin Analysis dan rekomendasi produk yang tepat bagi kulit mereka,” terang Ratih Permata Sari, Co-Founder sekaligus Chief Product Officer BASE.
Kumpulan data tersebut kemudian dihimpun BASE dan dikembangkan menjadi machine learning. Beberapa hari setelah konsumen menerima produk tersebut, BASE akan memberikan post-purchase survey kepada konsumen terkait. Survei yang memakan waktu kurang dari satu menit tersebut berisi sejumlah pertanyaan mengenai respon konsumen terhadap produk BASE yang telah mereka gunakan.
“Ini yang kami gunakan sebagai baseline untuk mengembangkan algoritma dan rekomendasi ingredient. Jadi, data-data tersebut secara otomatis kita jadikan sebagai proses pembelajaran. Alhasil, tidak menutup kemungkinan jika konsumen yang telah melakukan Skin Test dan membeli produk kemudian ingin kembali membeli produk tersebut pada enam bulan mendatang, BASE mungkin telah mengembangkan ingredient yang terdapat di dalam produk itu,” jelas Ratih.
Ketika konsumen melakukan pemesanan, system order management yang dikembangkan oleh BASE langsung bekerja secara otomatis. Setiap produk yang diterima oleh konsumen bertuliskan “Made for (customer’s name)” pada kemasan skincare tersebut. Terdapat pula QR Code yang memungkinkan konsumen mengetahui informasi menyeluruh mengenai produk dan bahan-bahan di dalam produk tersebut.
“Itu semua terjadi secara automatically and seamlessly karena ketika kita ingin scale up dengan cara yang efisien saat pesanan sudah bertambah, tidak mungkin kita terus menambah jumlah Sumber Daya Manusia (SDM). Dengan cara ini, kita bisa menciptakan efisiensi antara demand dan operation,” jelas Yaumi dan Ratih.
BASE juga menjawab keresahan konsumen terkait inefficiency antara jumlah uang yang diberikan dengan produk yang diperoleh. BASE Menawarkan free replacement jika barang yang dikirim tidak tepat, dan 100% garansi uang kembali jika konsumen mengalami gejala reaksi tertentu usai menggunakan produk BASE.
What’s next?
Dalam waktu dekat, BASE akan mengoptimasi data yang telah mereka miliki untuk mempertajam rekomendasi bahan dan produk. BASE juga berencana menambah elemen lain pada Skin Test mereka, seperti hormonal cycle yang akan dimasukkan ke dalam algoritma BASE. Ke depan, para konsumen perempuan pun dapat mengetahui alasan dari kemunculan permasalahan kulit mereka.
Tidak hanya itu, BASE juga berencana mengembangkan geographic analysis ke dalam algoritma penentuan skincare yang tepat untuk konsumen.
Sebagai contoh, BASE dapat mendeteksi tingkat kelembaban dan temperatur area, hingga tingkat polusi tempat konsumen tersebut berada melalui kode pos konsumen yang bersangkutan. Hasil analisis tersebut pun dapat membantu BASE untuk memahami kondisi kulit konsumen dan merancang produk yang tepat bagi konsumen tersebut.
“Ketika kita bicara soal technology company, it’s not just about website. Bagi kami, we do it end-to-end,” tutup Ratih.