Pemain Financial Technology (Fintech) di bidang payment gateway service memang bukan hal baru di Indonesia. Namun, pemain dengan konsep Social Payment Gateway nampaknya belum marak saat ini. Peluang ini menjadi panganan lezat bagi DUITKU, pemain baru dalam dunia fintech Indonesia.
Pertumbuhan ekosistem ekonomi kreatif Indonesia yang didominasi oleh pelaku Usaha Kecil dan Menengah (UMKM) nampak menarik bagi DUITKU. Pasalnya, kontribusi ekonomi kreatif tahun ini ditargetkan pemerintah mencapai Rp 1.041 triliun, dan menyerap 18,2% tenaga kerja dengan menyumbang US$ 23,7 miliar ekspor nasional. Sedangkan di 2019, kontribusinya ditargetkan senilai Rp 1.123 triliun terhadap PDB dan menyumbang ekspor US$ 25,1 miliar.
“Di sisi lain, data Kementerian Koperasi dan UKM (KUKM) menunjukkan 99.9% pelaku usaha di Indonesia tergolong UMKM. Mereka juga meraup lapangan pekerjaan yang begitu besar. Jadi, kenapa tidak kami coba untuk meraup keuntungan dari jumlah UMKM yang begitu banyak ini,” ungkap Rheza Budiono, CEO and Co-Founder DUITKU.
Terjun ke dalam kompetisi ini, DUITKU mengambil posisi sebagai Social Payment Gateway. Diferensiasi ini dipilih dengan tujuan menggarap pasar yang lebih besar di sektor UMKM.
“Kenapa kami membawa nama sosial? Karena kami mencoba untuk mengajak industri kreatif menggabungkan seluruh transaksi bersama sehingga mereka bisa bergabung dengan financial industry di Indonesia. Jika mereka dengan jumlah kecil bernegosiasi dengan bank, mereka akan diberi fee yang lebih besar. Untuk itu, kami menggabungkan teman-teman industry kreatif agar bisa bernegosiasi dengan bank,” jelas Rheza.
Melalui cara ini, DUITKU meyakini dapat memberikan biaya transaksi yang lebih baik dengan menggabungkan jumlah transaksi dari setiap merchant.
Sejauh ini, Rheza mengaku DUITKU telah merangkul 500 UMKM dengan lebih dari 100 ribu transaksi. “Targetnya, kami ingin mencapai lebih dari 10 ribu merchant,” ujar Rheza optimistis.
Editor: Sigit Kurniawan