Wacana Bahan Bakar Minyak (BBM) yang naik direspons berbagai industri, termasuk makanan dan minuman (mamin). Ketua Umum Gabungan Asosiasi Pengusaha Makanan dan Minuman (Gapmmi) Adhi S Lukman mengatakan wacana tersebut berdampak minim kepada industri mamin.
Jika harga BBM melambung, menurut Adhi, industri akan memilih untuk memangkas profit dibandingkan dengan menaikkan harga produk akhir.
“Kami lebih condong mengurangi margin daripada menaikkan harga sampai dengan akhir tahun,” ujar Adhi ketika ditemui di kawasan Senayan, Selasa (30/8/2022).
Menurutnya, hal ini dipengaruhi juga oleh tren bahan baku pangan. Adhi mengatakan harga bahan baku pangan memiliki tren yang cenderung menurun.
Inilah yang mampu membuat industri mamin cukup resistance jika nanti harga BBM naik. Secara terperinci Adhi menjelaskan, jika harga BBM naik, maka ongkos produksi makanan dan minuman ikut terkerek.
Kenaikan tersebut menurut Adhi berkisar di 1% hingga 2%. Angka tersebut merupakan perkiraan jika nantinya bahan bakar minyak naik sebanyak 30% dari harga sekarang.
“Kalau BBM naik di kisaran 30%, maka kira-kira akan berpengaruh kepada ongkos produksi sebanyak 1 hingga 2%,” katanya.
Kenaikan tersebut bersumber dari ongkos logistik yang juga turut naik. BBM sendiri memiliki persentase yang besar dalam ongkos logistik.
Adhi menjelaskan BBM memiliki porsi 50% ongkos logistik. Oleh karena itu, ongkos logistik akan naik jika harga BBM juga meningkat.
Sementara itu, proporsi logistik terhadap biaya industri terbilang relatif kecil hingga sedang. Logistik memiliki persentase 4% hingga 10% dari total biaya produksi, dengan rata-rata 6%.
Editor: Ranto Rajagukguk