Empat mantan eksekutif Twitter (X), termasuk mantan CEO Parag Agrawal, menggugat CTO X, Elon Musk. Karena, keempat orang itu mengklaim bahwa mereka berhak atas pembayaran pemutusan hubungan kerja alias pesangon sebesar lebih dari US$128 juta.
Agrawal, CFO Ned Segal, dan para pengacara Sean Edgett dan Vijaya Gadde adalah empat orang yang dipecat ketika Musk membeli Twitter dan mengubahnya menjadi X.
Dikutip dari TechCrunch pada Selasa (5/3/2024), para mantan bos tersebut menganggap bahwa Musk memiliki ‘dendam pribadi’ terhadap para mantan eksekutif ini. Alasannya, karena empat orang tersebut yang mempertahankan komitmen Musk sebesar US$44 miliar ketika ia mencoba untuk mundur dari proses pembelian Twitter.
BACA JUGA: OpenAI Berorientasi Cari Untung, Elon Musk Ajukan Gugatan Hukum
Menurut gugatan tersebut, Musk mengklaim bahwa para eksekutif ini melakukan ‘kesalahan yang sangat serius’ dan ‘pelanggaran yang disengaja’. Dua hal itu menjadi alasan Musk memecat empat eksekutif Twitter tersebut, tetapi Musk tidak pernah dapat menunjukkan bukti atas tuduhannya tersebut.
“Ini adalah modus operandi Musk untuk menahan uang kami, dan memaksa kami untuk menggugatnya. Bahkan jika Musk kalah dalam gugatan, Musk dapat meminta penundaan pembayaran, dan akan menimbulkan masalah biaya lagi pada kami yang kurang mampu untuk menggugatnya,” tulis gugatan tersebut.
Adanya kasus ini pun menambah catatan panjang kontroversi yang melibatkan Elon Musk. Meskipun telah membawa inovasi besar ke dunia teknologi, namun perilaku dan tindakannya yang kontroversial sering kali menimbulkan masalah hukum dan mendapat kritik tajam.
BACA JUGA: Elon Musk Prediksi Penjualan Turun, Saham Tesla Anjlok 12%
Bukan hanya para eksekutif ini yang belum menerima pembayaran pesangon mereka. Musk telah menghadapi beberapa gugatan dari mantan karyawan Twitter yang juga menunggu pembayaran pesangon.
Tak hanya itu, di bawah kepemilikan Musk, perusahaan telah berhenti membayar sewa beberapa kantornya. Akibatnya, banyak gugatan yang masuk dan beberapa kantor Twitter harus digusur, meski tidak disebutkan lokasinya.
Editor: Eric Iskandarsjah