Tahun 2017 ditutup dengan hasil bahwa belanja iklan meningkat di Indonesia. Tetapi, yang menjadi perhatian adalah peningkatan belanja iklan tidak disebabkan oleh pertumbuhan industri, melainkan oleh kenaikan variabel rate card atau daftar tarif iklan.
Berdasarkan rate card yang diolah perusahaan riset Nielsen Indonesia, secara gross, pertumbuhan belanja iklan di tiga format media, yaitu televisi, cetak, dan radio, tumbuh 8% dengan nilai Rp 145 triliun. Namun, jika dilihat dari jumlah spot atau banyaknya pengiklan sepanjang tahun lalu, malah menurun 2%.
“Belanja iklan mengalami tren penurunan. Tahun lalu, pertumbuhannya hanya 8% dibandingkan pertumbuhan tahun sebelumnya yang sebesar 20%,” tutur Hellen Katherina, Direktur Media Nielsen Indonesia.
Menurut Hellen, kenaikan nilai belanja iklan yang sebesar 8% itu lebih disebabkan karena kenaikan harga iklan yang diberikan oleh stasiun televisi. Rata-rata kenaikan rate card setiap tahun sebesar 9% untuk media televisi dan 3% untuk media cetak. Namun, lagi-lagi, harga yang tercatat oleh Nielsen merupakan harga kotor.
“Kami tidak menghitung diskon, buy 1 get 2 free, dan sebagainya. Kami hanya menghitung berdasarkan rate card yang dilaporkan,” ujar Hellen.
Dari segi kategori media, tetap media televisi menguasai 80% dari total belanja iklan atau mencapai Rp 115,8 triliun yang tersebar di 15 stasiun televisi nasional. Kendati yang tertinggi, pertumbuhan belanja iklan di media TV cenderung menurun dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Di sisi lain, media cetak memeroleh 19% dari 99 jumlah media cetak. Urutan buncit, yaitu majalah sebesar 1% atau Rp 1,1 triliun.
Yang menarik dari tahun 2017 adalah iklan-iklan produk konsumer seperti personal care atau makanan-minuman, tumbuh positif. Sementara, iklan produk non-FMCG malah tumbuh negatif. Salah satunya rokok yang turun 17% menjadi Rp 5,7 triliun jika dibandingkan pengeluaran iklan mereka pada tahun 2016.
Jika dirunut berdasarkan nama pengiklan, pendatang baru Meikarta menjadi pengiklan terbesar sepanjang tahun 2017. Selama enam bulan sejak pertama kali diluncurkan pada pertengah tahun lalu, proyek properti di bawah payung konglomerasi Lippo Group itu menggelontorkan Rp 1,53 triliun. Sekitar 58%-nya dialokasikan untuk iklan media cetak.
Sementara, posisi dua hingga sepuluh pada dasarnya tidak mengalami perbedaan dari tahun sebelumnya. perusahaan online travel agent Traveloka menghabiskan Rp 1,13 triliun atau meningkat 65% dibandingkan tahun 2016. “Ini seolah membuktikan bahwa perusahaan-perusahaan digital masih beriklan di media konvensional karena mereka yakin bahwa TV masih menjangkau lebih banyak audiens,” terang Hellen.
Salah satu pendatang baru dalam daftar pengiklan terbesar adalah smartphone China Vivo yang memberikan Rp 830 miliar untuk belanja iklan. Kita tentu ingat peluncuran salah satu ponsel cerdas Vivo yang dilakukan serentak di sembilan televisi nasional dengan menggandeng penyanyi Agnez Mo. Amazing?
Editor: Sigit Kurniawan