Bemodalkan Rp 300 juta, Start-up ini Raup Ribuan Dollar Tiap Bulan
Dunia start-up teknologi di Indonesia terus bertumbuh. Para ahli pembuat aplikasi terus hadir meramaikan pasar di Indonesia. Tidak hanya di ibu kota Jakarta, di kota kecil seperti Salatiga pun ada pemain yang cukup unggul. Salah satunya adalah Educa Studio yang berfokus pada pembuatan game edukatif. Merintis usaha dari nol, kini pasangan Andi Taru dan Idawati telah meraih hasil yang cukup gemilang. Menghasilkan game sebanyak 100 game dalam setahun, kedunya mampu meraup keuntungan hingga US$ 5000 setiap bulannya.
“Kami memulai bisnis ini pada 2012. Pada tahun itu juga kami mendapatkan US$ 100 pertama kami. Perjalanan berlanjut ke tahun 2013 dengan mengambil langkah untuk berhutang demi mendirikan kantor sekitar Rp 300 juta. Dari sini, lahirlah merek Marbel yang kini jadi andalan kami,” jelas Andi Taru, CEO & Founder Educa Studio saat ditemui tim Google Indonesia bersama awak media di Salatiga beberapa waktu lalu.
Pada 2014, Andi melakukan pembuatan ulang seluruh produknya dan menambah karyawan. Serta melahirkan produk baru yang diberi nama Kabi. Kabi adalah sebuah game interaktif yang menyajikan kisah-kisah para nabi. 2015, Andi pun melakukan ekspansi bisnisnya dengan membangun beberapa infrastruktur, sumber daya manusia (SDM), dan kolaborasi dengan beberapa ahli untuk membangun game yang lebih baik.
“Produk yang baik ditambah dengan upaya monetisasi yang benar akan menghasilkan pendapatan. Soal monetisasi, kami sangat mengandalkan Google Admob. Selanjutnya, di tahun ini kami menargetkan pasar Amerika Serikat untuk membawa Educa Studio go global,” lanjut Andi.
Jason Tedjasukmana selaku Head of Corporate Communication Google Indonesia menilai bahwa produktivitas dari Educa Studio ini sangat mengesankan. Untuk mendukung startup yang ingin berkembang, Google memiliki beberapa program, seperti Google Launchpad dan Google Accelerator.
“Dari ajang Google Launchpad kemarin, ditemukan bahwa startup/developer Indonesia perlu untuk membenahi konten mereka terlebih dahulu sebelum memikirkan monetisasi. Ketika konten sudah matang, maka monetisasi akan mengikuti. Developer juga jangan terlalu memikirkan bagaimana produk atau konten mereka viral dulu tapi benahi kontennya,” jelas Jason.
Editor: Eko Adiwaluyo